A.
Pengetahuan
1.
Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi
setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, penciuman,
rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. (Wawan dan Dewi, 2011; h.11)
Pengetahuan
itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang
tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pengetahuannya. Akan tetapi perlu
ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini
yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek
yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek
tertentu. Menurut teori WHO (World Health
Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek
kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
sendiri.
2.
Tingkat
Pengetahuan
Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif
mempunyai enam tingkat yaitu:
a.
Tahu
(Know)
Tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rencah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan, dan
sebagainya.
b.
Memahami
(Comprehention)
Memahami
artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang
dipelajari.
c.
Aplikasi
(Application)
Aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
d.
Analisis
(Analysis)
Analisis
adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih
ada kaitannya satu sama lain.
e.
Sintesis
(Syntesis)
Sintesis yang
dimaksud menunjukkkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini
berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3.
Cara
Memperoleh Pengetahuan
Cara
memperoleh pengetahuan yang dikutip Notoatmodjo,2003:11 adalah sebagai berikut:
a.
Cara
kuno untuk memperoleh pengetahuan
1)
Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah
dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara
coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan
yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2)
Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber
pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-pimpinan masyarakat baik formal atau
informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang
menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa
menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta
empiris maupun penalaran sendiri.
3)
Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi pun
dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi masa lalu.
b.
Cara
modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara
ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut metode
penelitian. Cari ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626),
kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk
melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
4.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pengetahuan
a.
Faktor
Internal
1)
Pendidikan
Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip
Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan (Nursalam,2003) pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2)
Pekerjaan
Menurut Thomas
yang dikutip Nursalam (2003), pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu.
3)
Umur
Menuru
Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok
(1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja.
b.
Faktor
Eksternal
1)
Faktor
Lingkungan
Menurut
Ann.Mariner yang dari Nursalam lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok.
2)
Sosial
Budaya
Sistem sosial
budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima
informasi.
5.
Kriteria
Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat
diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a.
Baik : Hasil presentase 76%-100%
b.
Cukup : Hasil presentase 56%-75%
c.
Kurang : Hasil presentase > 56%
(Wawan dan Dewi, 2011;
h.11-18)
B.
Kesehatan Reproduksi
1.
Pengertian
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera
fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit
atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta
fungsi dan prosesnya. (Cholil,2006)
Pengertian kesehatan reproduksi ini ditemukan berbagai
hal yang tercakup didalamnya tentang berbagai hal sebagai berikut ini:
a.
Hak
seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan
serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi.
b.
Kebebasan
untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya.
c.
Hak
dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh
aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau, baik secara ekonomi maupun
kultural.
d.
Hak
untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan
mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.
Kesehatan
reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang
utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
2.
Ruang
Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Lingkup Kehidupan
a.
Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir
b.
Pencegahan
dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi termasuk PMS-HIV/AIDS
c.
Pencegahan
dan penanggulangan komplikasi aborsi
d.
Kesehatan
reproduksi remaja
e.
Pencegahan
dan penanganan infertil
f.
Kanker
pada usia lanjut
g.
Berbagai
aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker servik, mutilasi genital,
fistula, dll.
3.
Tujuan
dan Sasaran Progam Kesehatan Reproduksi
a.
Tujuan
Umum
Sehubungan dengan fakta
bahwa fungsi dari proses reproduksi harus didahului oleh hubungan seksual,
tujuan utama progam kesehatan reproduksi adalah meningkatkan kesadaran
kemandirian wanita dalam mengatur fungsidan proses reproduksinya, termasuk
kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi, yang
pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidupnya.
b.
Tujuan
Khusus
1)
Meningkatnya
kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya
2)
Meningkatnya
hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan
jarak kehamilan
3)
Meningkatnya
peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan
fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya
4)
Dukungan
yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan proses
reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi
kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.
Tujuan diatas
ditunjang oleh Undang-Undang No.23/1992, bab II pasal 3 yang menyatakan
“Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat”, dalam bab III pasal 4 “Setiap orang mempunyai
hak sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal”.
Sedangkan
sasaran progam kesehatan reproduksi, antara lain adalah:
a.
Penurunan
angka prevalensi anemia pada wanita (usia 15-49 tahun)
b.
Penurunan
angka kematian ibu hingga 59%, semua wanita hamil mendapatkan akses pelayanan
prenatal, persalinan oleh tenaga terlatih dan kasus kehamilan resiko tinggi
serta kegawatdaruratan kebidanan, dirujuk kekapasilitas kesehatan
c.
Peningkatan
jumlah wanita yang bebas dari kecacatan/gangguan sepanjang hidupnya sebesar 15%
diseluruh lapisan masyarakat
d.
Penurunan
proporsi bayi berat lahir rendah (<2,5kg),
e.
Pemberantasan
tetanus neonaturum (angka insiden diharapkan kurang dari satu kasus per 1000
keahiran hidup) disemua kabupaten
f.
Semua
individu dan pasangan mendapatkan akses informasi dan pelayanan pencegahan
kehamilan yang terlalu dini, terlalu dekat jaraknya, terlalu tua, dan terlalu
banyak
g.
Proporsi
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dan pemeriksaan dan pengobatan PMS
(penyakit menular seksual) minimal mencapai 70% (WHO/SEARO, 1995)
(Marmi, 2013; h.6-7)
4.
Asuhan
Kesehatan Reproduksi pada Remaja
Tujuan progam kesehatan reproduksi remaja yaitu untuk
membantu agar remaja memahami dan menyadari ilmu tersebut, sehingga memiliki sikap
dan perilaku sehat dan bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan
reproduksi.
a.
Tujuan
Umum
Mewujudkan
keluarga berkualitas tahun 2015 melalui peningkatan pengetahuan, kesadaran
sikap, dan perilaku remaja dan orang tua agar perduli dan bertanggung jawab
dalam kehidupan berkeluarga serta pemberian pelayanan kepada remaja yang
memiliki permasalahan khusus.
b.
Tujuan
Khusus
1)
Seluruh
lapisan masyarakat mendapatkan informasi tentang KRR (Kesehatan Reproduksi
Remaja). Sasarannya: meningkatnya cakupan
penyebaran informasi kesehatan reproduksi remaja melalui media massa.
2)
Seluruh
remaja disekolah. Sasarannya: meningkatnya cakupan penyebaran info kesehatan reproduksi remaja disekolah
umum, SMP, SMA, pesantren.
3)
Seluruh
remaja dan keluarga yang menjadi anggota kelompok masyarakat mendapat informasi
tentang kesehatan reproduksi remaja. Sasarannya: karang taruna, remaja masjid,
perusahaan, remaja gereja, pramuka, pengajian, dan arisan.
4)
Seluruh
remaja di perusahaan di tempat kerja mendapatkan info tentang kesehatan
reproduksi remaja. Sasarannya: memperoleh informasi dan layanan kesehatan
reproduksi remaja melalui perusahaan di tempat kerja.
5)
Seluruh
remaja yang membutuhkan konseling serta pelayanan khusus dapat dilayani.
Sasarannya: meningkatkan jumlah dan pemanfaatan pusat konseling dan pelayanan
khusus bagi remaja.
6)
Seluruh
masyarakat mengerti dan mendukung pelaksanaan progam kesehatan reproduksi
remaja. Sasarannya: meningkatkan komitmen bagi politisi, toga, toma, Lembaga
Swadaya Masyarakat (SDM) dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi
remaja.(Dr.Hasdianah dan Dr.H.Sandu, 2013; h.1-4)
C. Remaja
1.
Pengertian
Kata remaja berasal dari bahasa latin, yaitu adolescenceyang artinya tumbuh menjadi
dewasa. Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh
berbagai perubahan fisik, emosi, dan psikis. Masa remaja adalah masa usia 10-19
tahun, merupakan masa yang khusus dan penting karena merupakan periode pematangan
organ reproduksi manusia dan sering disebut “masa pubertas”.
2.
Ciri-ciri
remaja menurut perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a.
Tahap
remaja awal (10-12 tahun), cirinya:
1)
Lebih
dekat dengan teman sebaya
2)
Ingin
bebas
3)
Lebih
banyak memerhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak
b.
Tahap
remaja abstrak (13-15 tahun), cirinya:
1)
Mencari
identitas diri
2)
Timbulnya
keinginan untuk berkencan
3)
Mempunyai
rasa cinta yang mendalam
4)
Berkhayal
tentang aktivitas seks
c.
Tahap
remaja akhir (16-19 tahun), cirinya:
1)
Pengungkapan
kebebasan diri
2)
Lebih
selektif dalam mencari teman sebaya
3)
Mempunyai
citra jasmani
4)
Mampu
berpikir abstrak
3.
Ciri-ciri
remaja menurut masanya dibagi menjadi delapan masa, yaitu:
a.
Masa
remaja sebagai periode yang penting. Semua periode dalam rentang kehidupan
penting, tetapi kadar kepentingannya berbeda-beda. Periode yang penting yaitu
akibat perubahan fisik dan psikologis.
b.
Masa
remaja sebagai periode peralihan. Dalam setiap periode peralihan, status
individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.
Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak-anak dan bukan juga seorang yang
dewasa.
c.
Masa
remaja sebagai periode perubahan. Ada empat perubahan yang terjadi pada
masaremaja:
1)
Peningkatan
emosi
2)
Peningkatan
minat dan perilaku
3)
Perubahan
tubuh
4)
Ambivalen
terhadap setiap perubahan
d.
Masa
remaja sebagai usia bermasalah. Masa remaja sering mempunyai masalah yang sulit
diatasi baik anak laki-laki maupun perempuan. Sepanjang masa kanak-kanak,
sebagian besar masalah diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga waktu
menginjak usia remaja tidak mempunyai pengalaman dalam mengatasi masalah.
Remaja merasa dirinya mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya
sendiri, menolak bantuan dari orang tua maupun gurunya.
e.
Masa
remaja sebagai masa mencari identitas
f.
Masa
remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
g.
Masa
remaja sebagai masa yang tidak realistik dengan bertambahnya pengalaman pribadi
dan pengetahuan realis dan dengan meningkatnya pengalaman rasionalis. Remaja
yang lebih besar memandang dirinya, keluarga, teman dan kehidupan secara
holistik
h.
Masa
remaja sebagai ambang masa dewasa
Perubahan
fisik pada remaja terjadi sangat cepat, termasuk pertumbuhan organ-organ
reproduksi, yaitu tanda-tanda seks primer. Tanda-tanda yang berhubungan
langsung dengan organ seks, yaitu terjadinya haid pada remaja perempuan
(menarke) dan terjadinya “mimpi basah” pada remaja laki-laki. Tanda-tanda seks
sekunder pada laki-laki meliputi perubahan suara, tumbuh jakun, tumbuh kumis,
jambang, dan rambut disekitar kemaluan serta ketiak, penis dan buah zakar
bertambah besar, terjadi ereksi dan ejakulasi, dada lebih besar, badan berotot.
Sedangkan pada perempuan panggul melebar, terjadi pertumbuhan rahim dan vagina,
payudara membesar, tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan (pubis) dan di ketiak.
(Bahiyatun, 2011; h.81-83)
4.
Perubahan
kejiwaan pada masa remaja
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada
remaja adalah sebagai berikut:
a.
Perubahan
emosi
1)
Sensitif:
perubahan-perubahan kebutuhan, konflik nilai antara keluarga dengan lingkungan
dan perubahan fisik menyebabkan remaja sangat sensitif misalnya mudah menangis,
cemas, frustasi,dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya
sering terjadi pada remaja putri, terlebih sebelum menstruasi.
2)
Mudah
bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang
memengaruhinya, sering bersikap irasional, mudah tersinggung sehingga mudah
terjadi perkelahian atau tawuran pada
anak laki-laki, suka mencari perhatian, dan bertindak tanpa berpikir terlebih
dahulu.
3)
Ada
kecenderungun tidak patuh pada orang tua dan lebih senang pergi bersama dengan
temannya daripada tinggal di rumah.
b.
Perkembangan
inteligensi
1)
Cenderung
mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberi kritik.
2)
Cenderung
ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku mencoba-coba.
Perilaku ingin coba-coba merupakan hal penting bagi
kesehatan reproduksi remaja. Perilaku ingin mencoba hal yang baru jika didorong
oleh rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah
dengan segala akibatnya. Berikut adalah beberapa permasalahannya prioritas
terkait perilaku remaja yang ingin mencoba hal baru.
a.
Kehamilan
yang tidak dikehendaki akan menjurus pada aborsi tidak aman dan komplikasinya.
b.
Kehamilan
dan persalinan usia muda akan menambah resiko kesakitan dan kematian ibudan
bayi (2-4 kali lebih tinggi dari masa usia subur)
c.
Penularan
penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS
d.
Ketergantungan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
e.
Tindak
kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan, dan transaksi aeks
komersial.
Dari segi
kesehatan reproduksi, perilaku ingin mencoba-coba dalam bidang seks merupakan
hal yang sangat rawan, karena akan membawa akibat yang sangat buruk dan
merugikan masa depan remaja, khususnya remaja wanita. (Intan dan Iwan, 2012;
h.18)
5.
Perubahan
sosial
Untuk mengetahui tujuan pola sosialisasi dewasa, remaja
harus membuat penyesuaian baru yang terpenting dan sulit:
a.
Kuatnya
pengaruh kelompok sebaya
b.
Perubahan
dalam sikap perilaku realis
c.
Pengelompokkan
realis baru
d.
Nilai
baru dalam memilih teman
e.
Nilai
baru dalam penerimaan realis
f.
Nilai
baru dalam memilih pemimpin
6.
Perubahan
moral
Perubahan
moral yang terjadi pada masa remaja meliputi:
a.
Perubahan
konsep moral. Ada dua pengganti konsep moral:
1)
Kurangnya
bimbingan dalam mempelajari bagaimana membuat konsep khusus berlaku umum
2)
Jenis
disiplin yang diterapkan dirumah dan disekolah
b.
Pembentukan
moral
c.
Peran
suara hati dalam pengendalian perilaku. Dalam diri seorang yang mempunyai moral
yang matang, selalu ada rasa bersalah dan malu.
7.
Perubahan
kepribadian
Konsep usaha untuk memperbaiki kepribadian. Fakta yang
memengaruhi keberhasilan remaja untuk memperbaiki kepribadiannya:
a.
Ia
harus menentukan ide yang realistik dan dapat mereka capai
b.
Remaja
harus membuat penilaian yang realistik mengenai kekuatan dan kelemahannya
c.
Para
remaja harus merasa cukup puas dengan apa yang mereka capai dan berusaha
memperbaiki prestasi di bidang yang mereka anggap kurang.
8.
Tugas
perkembangan remaja
Menurut R.J. Havighurst, tugas perkembangan dapat
diartikan sebagai suatu tugas yang timbul pada suatu periode atau masa tertentu
dalam kehidupan seseorang. Tugas-tugas perkembangan masa remaja:
a.
Menerima
keadaan fisik dan perannya sebagai pria atau wanita
b.
Menjalin
hubungan baru dengan teman sebaya baik sejenis ataupun jenis kelamin
c.
Memperoleh
kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
d.
Memperoleh
kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomis
e.
Memilih
dan mempersiapkan diri ke arah suatu pekerjaan atau jabatan
f.
Mengembangkan
keterampilan dan konsep intelektual yang diperlukan dalam hidup sebagai warga
negara yang terpuji
g.
Menginginkan
dan berperilaku sesuai yang diinginkan masyarakat
h.
Menyusun
nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia yang diperoleh dari
ilmu pengetahuan yang memadai.
(Bahiyatun, 2011; h.85-87)
9.
Penyimpangan
Perilaku Remaja
Penyebab
penyimpangan perilaku dibagi dalam dua golongan :
a.
Faktor
Lingkungan
1)
Malnutrisi
(kekurangan gizi)
2)
Kemiskinan
di kota besar
3)
Gangguan
lingkungan (populasi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam,dll)
4)
Migrasi
(urbanisasi, pengungsian karena perang, dll)
5)
Faktor
sekolah (kesalahan mendidik, faktor kurikulum)
6)
Keluarga
yang tercerai berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama)
7)
Gangguan
dalam pengasuhan oleh keluarga, seperti :
a)
Kematian
orang tua
b)
Orang
tua sakit berat atau cacat
c)
Hubungan
antara anggota keluarga tidak harmonis
d)
Orang
tua sakit jiwa
e)
Kesulitan
dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keluarga, tempat tinggal tidak
memenuhi syarat, dll.
b.
Faktor
Pribadi
1)
Faktor
bakat yang memengaruhi temperamen (menjadi pemarah, hiperakif, dll)
2)
Cacat
tubuh
3)
Ketidakmampuan
untuk menyesuaikan diri
Macam penyimpangan perilaku :
1)
Kenakalan
remaja
Kenakalan remaja yang
dimaksud disini adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum.
Kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu:
a)
Kenakalan
yang menimbulkan beban fisik pada orang lain (perkelahian, perkosaan, perampokan,
pembunuhan,dll)
b)
Kenakalan
yang menimbulkan korban materi (perusakan, pencurian, pencopetan,
pemerasan,dll)
c)
Kenakalan
sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak lain (pelacuran, penyalahgunaan
obat)
d)
Kenakalan
yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan
cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah,
membantah perintah mereka)
2)
Gangguan
mental, seperti peristiwa traumatis. Contoh, kemauan orang yang sangat
dicintai, tidak lulus sekolah, dll. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat
mengakibatkan seseorang merasa cemas, tidak aman, tertekan batinnya, sehingga
pola periaku berubah.
3)
Gangguan
kepribadian :
a)
Kepribadian
narsistik : rasa kagum yang berebihan terhadap diri sendiri
b)
Kepribadian
tergantung : pasif luar biasa, tidak mau mengambil suatu keputusan, ada
kecenderungan rendah diri, dan kebutuhan yang kuat untuk selalu ditolong orang
lain.
c)
Kepribadian
anisosial : kecilnya rasa tanggung jawab, rendahnya nilai-nilai moral
d)
Gangguan
karena obat-obatan berbahaya
e)
Cinta
diri (narsisme) : emosi yang mendalam pada dirinya sendiri
f)
Fantasi
seksual
Tanda bahaya yang umum dari
ketidakmampuan penyesuaian diri remaja:
1)
Tidak
bertanggung jawab
2)
Sikap
yang agresif dan sangat yakin pada diri sendiri
3)
Perasaan
tidak aman
4)
Merasa
ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang dikenal
5)
Perasaan
menyerah
6)
Terlalu
banyak berkhayal untuk mengimbangi keidakpuasan yang diperoleh dari kehidupan
sehari-hari
7)
Mundur
ke tingkat perilaku sebelumnya supaya disenangi dan diperhatikan
8)
Menggunakan
mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal
Penanganan dari perilaku remaja :
1)
Penerimaan
dan penerapan kebiasaan, nilai dan lambang dari suatu kelompok.
2)
Peran
serta aktif dalam kegiatan masyarakat
3)
Memberi
kesempatan supaya remaja dapat mengembangkan dirinya secara lebih optimal
4)
Berusaha
menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga sebaik-baiknya
5)
Orang
tua mampu memandang masing-masing persepsi anak
6)
Dibekali
dengan pendidikan yang tinggi (Bahiyatun, 2011; h.94-95)
D. Pacaran
Istilah pacaran tidak bisa lepas dari
dunia remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang
kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pacaran dapat diartikan
bermacam-macam, tetapi intinya adalah jalinan cinta antara seorang remaja
dengan lawan jenisnya.
1.
Pengertian
Atweter (1983) menggunakan istilah intimate atau personal
relationship untuk menjelaskan pacaran dan mengartikan intimacy sebagai
bentuk hidup hubungan interpersonal yang bersifat informal antara dua teman
dekat sebagai hasil dari kedekatan dalam periode yang lama, kelekatan personal
terhadap orang lain dimana pasangan saling berbagi pikiran dan perasaan yang
mendalam. Sedangkan Weiten (1997) mengasosiasikan pacaran dengan hubungan
dekat, yang relatif lama dimana frekuensi interaksi terjadi dalam berbagai
situasi dan dampak dari interaksi yang terjadi sangat kuat bagi orang-orang
yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Sementara Knight mendefinisikan berpacaran dalam arti
sepenuhnya, dimana hal itu menyangkut hubungan antara seorang pria dengan
seorang wanita. Pada intinya, berpacaran merupakan proses persatuan atau
perencanaan khusus antara dua orang yang berlawanan jenis, yang saling tertarik
satu sama lain dalam berbagai tingkat tertentu. Dapat disimpulkan, bahwa
pacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti
adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi
antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal
dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum
menikah.
2.
Tujuan
Berpacaran
a.
Rekreasi
b.
Hubungan
tanpa adanya kewajiban terhadap pernikahan
c.
Perolehan
status
d.
Integrasi
sosial
e.
Memperoleh
kepuasan atau pengalaman seksual
f.
Seleksi
pasangan hidup
g.
Kebutuhan
untuk memelihara
h.
Kebutuhan
akan bantuan
i.
Kebutuhan
untuk diyakinkan akan nilai
j.
Memperoleh
intimasi
3.
Konsep
Pacaran
Dari survey yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI
Jawa Tengah (dalam Husni, 2005; Sugiyati, 2007) ditemukan bahwa 25% remaja
sudah saling meraba (payudara dan kelamin), dan 7,6% sudah melakukan hubungan
seks.
a.
Komitmen
Pasangan
yang memiliki komitmen tidak melihat masalah atau perbedaan sebagai indikasi
berakhirnya hubungan. Sebaliknya, mereka memandang hubungan tersebut harus
dipertahankan. Komitmen menekankan keinginan untuk menyelesaikan masalah dan
konflik yang muncul.
b.
Saling
Berbagi
Kegiatan
berbagi bisa merupakan berbagi dalam hal fisik (seksual) maupun batin/jiwa.
Saling berbagi dalam hal batin/jiwa terlihat ketika pasangan bertukar pikiran
dan perasaan.
4.
Komponen
Pacaran
Pertama,
saling percaya. Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu
hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi
pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh
pasangannya. Kedua, komunikasi. Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya
suatu hubungan yang baik. Ketiga, keintiman. Keintiman merupakan perasaan dekat
terhadap pasangan. Keintiman tidak hanya terbatas pada fisik saja.
5.
Faktor
Pendorong Pacaran
Remaja
melakukan pacaran karena banyak hal yang mendasari, diantaranya adalah :
a.
Globalisasi
Indonesia yaitu dengan semakin maraknya teknologi canggih seperti TV, komputer,
internet, VCD, dan media lainnya.
b.
Melemahnya
kontrol lingkungan
c.
Bergesernya
nilai dan fungsi keluarga, kurang perhatian orang tua dan berkurangnya
komunikasi dalam keluarga
d.
Merosotnya
kemampuan persepsi dan interpersepsi terhadap nilai-nilai agama dan budaya
e.
Kurang
terarahnya metode pendidikan seksual bagi remaja
f.
Besarnya
keinginan remaja untuk mencoba-coba
Data DEPKES RI
(2006), menunjukkan jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia sekitar 43 juta
(19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja pria (5%) dan 200 ribu
remaja wania (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan
hubungan seksual.
6.
Perilaku
Seksual pada Laki-laki dan Perempuan
a.
Dibandingkan
dengan perempuan, laki-laki lebih mudah untuk menyatakan bahwa mereka sudah
berhubungan seks dan sudah aktif berperilaku seks.
b.
Remaja
perempuan menghubungkan seks dengan cinta (Taris&Semin, 1997)
Alasan mereka berhubungan
seks adalah cinta. Sedangkan pada remaja laki-laki kecenderungan ini jauh lebih
kecil (Moore&Rosenthal, 2006)
c.
Perempuan
menghubungkan seks dengan komitmen, sementara pada laki-laki justru sebaliknya
d.
Sebagian
besar hubungan seks pada remaja diawali dengan agresivitas pada remaja
laki-laki. Selanjutnya, remaja perempuanlah yang menentukan sampai batas mana
agresivitas laki-laki itu dapat terpenuhi
e.
Remaja
laki-laki cenderung menekan dan memaksa remaja perempuan yang menjadi pasangan
untuk berhubungan seks, tetapi ia sendiri tidak merasa memaksa
f.
Alasan
berhubungan seksual yang lebih banyak diungkapkan perempuan yaitu karena
dipaksa (perempuan 61%, laki-laki 23%), dan karena butuh dicintai (perempuan
45%, laki-laki 23%), sementara alasan yang lebih banyak diungkapkan laki-laki
adalah karena sudah merasa siap (perempuan 51%, laki-laki 59%), dan takut
diejek teman karena masih gadis/perjaka (perempuan 38%, laki-laki 43%)
7.
Dampak
Positif dan Negatif
a.
Dampak
Positif
1)
Prestasi
belajar meningkat
2)
Pergaulan
sekolah bisa meluas
3)
Mengisi
waktu luang
4)
Perasaan
aman, tenang, nyaman, dan terlindungi, hubungan emosional yang saling
mengasihi, menyayangi, dan menghormati
5)
Tambah
dewasa
6)
Menghindari
stres
b.
Dampak
Negatif
1)
Prestasi
sekolah menurun
2)
Pergaulan
sosial menyempit
3)
Keterkaitan
pacaran dengan seks
4)
Penuh
masalah sehingga mengakibatkan stres
5)
Kebebasan
pribadi kurang
6)
Melatih
kemunafikan
7)
Menjadi
panjang angan-angan
8)
Menjadikan
hidup boros
9)
Akan
melemahkan daya kreatifitas dan menyulitkan konsentrasi
8.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Pacaran Remaja
a.
Umur
Dalam SKRRI 2007,
didapatkan bahwa umur pertama kali pacaran, baik pada wanita maupun pria
sebagian besar pada usia 15-17 tahun.
b.
Jenis
Kelamin
Fungsi seksual remaja
perempuan lebih cepat matang daripada remaja laki-laki, tetapi pada
perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual daripada perempuan
c.
Jenis
Sekolah
Lembaga pendidikan dan
lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap
dan perilaku dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu
d.
Pengetahuan
Tentang Kesehatan Reproduksi
Pengetahuan tertentu
tentang kesehatan misalnya kesehatan reproduksi mungkin penting sebelum suatu
tindakan pribadi terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin
tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat
untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya
e.
Sikap
Permisif
Sikap permisif diartikan
sebagai sikap yang lebih bebas yang dapat menerima hubungan seksual pranikah.
Survei SKRRI (2007) pada remaja usia 15-19 tahun menunjukkan bahwa pria yang
setuju dengan hubungan seksual sebelum menikah pada pria 7,1% dan bagi wanita
4,1%, sedangkanwanita lebih sedikit yang setuju yaitu untuk wanita 1% dan bagi
pria 1,8%
f.
Pengaruh
Teman Sebaya
Dalam SKRRI, 2002-2003,
ditemukan bahwa remaja putra-putri yang pernah membicarakan masalah kesehatan
reproduksi dengan teman sebaya (83%) jauh lebih tinggi dengan ibu (46%) dengan
ayah (17%). Remaja putra yang membahas seks dengan teman (24,4%) lebih sering
daripada dengan ibu (20,6%) dan dengan ayah (15%). Yang lebih gawat, remaja
putri ternyata lebih suka membahas masalah seks dengan pacarnya (46%) daripada
ibu (38,2%) apalagi dengan ayah (2,2%).
g.
Media
Pornografi
Sebuah studi menemukan
bahwa acara TV yang paling banyak dipilih remaja adalah acara yang memiliki
persentase yang tinggi dalam interaksi yang mengandung pesan-pesan seksual
h.
Peran
Orang Tua
Orang tua dapat bertindak
sebagai pemberi informasi tentang kesehatan reproduksi yang akan menjadi
pertimbangan remaja dalam berperilaku
i.
Peran
Guru
Di sekolah guru berperan
sebagai orang tua bagi siswa. Guru adalah figur yang menempati posisi dan
memegang peranan penting dalam pendidikan formal
j.
Kurikulum
Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Tujuan utama dari
pendidikan kesehatan reproduksi remaja adalah untuk memberi informasi dan
pengetahuan pada remaja mengenai seluk beluk kesehatan reproduksi remaja,
masalah-masalah dalam kesehatan reproduksi, bentuk-bentuk pola persahabatan
antara laki-laki dan perempuan, pemahaman tentang anatomi dan fisiologi
organ-organ reproduksi, terutama yang berkaitan dengan fungsi seksual dan
bagaimana menjaga organ-organ reproduksi tidak tertular penyakit seksual.
9.
Sekilas
Tentang Perilaku Seksual Pranikah
Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita
diluar perkawinan yang sah (Sawono, 2005). Hajcak & Garwood (dalam Dacey
& Kenny, 1997) menyebutkan beberapa motif yang digunakan oleh remaja untuk
melakukan perilaku seksual, yaitu :
a.
Menegaskan
pernah maskulin dan feminin
b.
Mendapatkan
kasih sayang
c.
Sebagai
bentuk perlawanan terhadap orang tua atau figur otoritas lainnya
d.
Meraih
harga diri yang lebih tinggi
e.
Sebagai
bentuk balas dendam atau untuk menghina seseorang
f.
Melampiaskan
kemarahan
g.
Menghilangkan
rasa bosan
h.
Membuktikan
kesetiaan pasangan
(Luqman, 2014)
10. Pacaran Sehat
Masalah paling krusial yang berkaitan dengan seksualitas
remaja adalah masih banyaknya kasus kehamilan yang disebabkan karena kurang
hati-hatinya remaja selama menjalani masa pacaran, termasuk pola pikir dan
kepribadiannya. Tetapi justru digunakan untuk hal-hal yang berbau seks dan
mmbangkitkan birahi. Pacaran bagi remaja sebenarnya merupakan hal yang lumrah,
apalagi masa remaja adalah masa dimana seseorang memiliki rasa ketertarikan
yang kuat terhadap lawan jenis. Sayangnya, gaya berpacaran remaja di zaman
sekarang telah mengarah pada periaku seks untuk mengisi waktu senggang mereka.
Pacaran sehat
sendiri sering dimaknai suatu proses pacaran dimana keadaan fisik, mental, dan
sosial kedua remaja yang pacaran dalam keadaan baik. Sehat secara fisik berarti
tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Menjaga kondisi tubuh diri dan pasangan
agar tetap sehat juga merupakan hal yang harus dilakukan dan tentunya
menguntungkan satu sama lain. Hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh para
remaja agar berpacaran secara sehat, antara lain :
a.
Kasih
sayang, setia
b.
Jangan
melakukan tindakan kekerasan
c.
Luangkan
waktu untuk bergaul dengan teman-teman
d.
Jangan
sakiti perasaan pasangan, jangan cemburu yang berlebih
e.
Jangan
menghabiskan waktu seharian berdua saja apalagi ditempat-tempat yang sepi
f.
Lakukan
kegiatan-kegiatan yang positif bersama seperti, belajar, berolahraga, dan
sembahyang bersama
g.
Hindari
buku-buku, majalah, gambar-gambar, video yang isinya seputar seks. Karena
sekali dan sekilas saja kita melihat gambar, video atau cerita seks tersebut
akan terekam dipikiran dan akan timbul keinginan untuk mengulangi ataupun
mempraktekannya
h.
Pengendalian
diri untuk tidak berbuat diluar batas ketika sedang kontak fisik dengan
pasangan
i.
Jangan
pernah mengatasnamakan hubungan seks sebagai bukti cinta
(Drs.Maryadi, 2013)
Beberapa Tips untuk
melakukan pacaran sehat, diantaranya :
1)
Sehat
Fisik
Dalam menjalin hubungan / pacaran setiap pasangan
harus dapat saling menjaga dan melindungi, karena itu setiap pasangan tidak
dibenarkan saling menyakiti apalagi terjadi kekerasan dalam hubungan itu. Harus
tetap diingat walaupun sedang emosi dan apapun alasannya bila sedang berbeda
pendapat ataupun berselisih tetap tidak boleh saling memukul, menendang apalagi
membunuh.Sehat secara fisik dapat juga diartikan jika kita dapat menjalani
hubungan tanpa menyakiti pasangan, kita berhak menolak jika pasangan kita menyuruh
untuk melakukan hubungan seks.
2)
Sehat
Emosional
Biasanya alasan pasangan untuk berpacaran/menjalin
hubungan khusus adalah untuk mencari kebahagiaan, karena itu hubungan yang
berlangsung itu harus terjalin dengan kerjasama dari kedua pihak agar timbul
rasa nyaman, saling pengertian dan keterbukaan.Jangan pernah ragu untuk
mengungkapkan pendapat kamu pada pasangan dan yang terpenting adalah bagaimana
cara kita mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik, karena bentuk dari
kekerasan tidak hanya berupa secara fisik tapi juga secara psikis/emosional
yang ternyata sering terjadi tanpa kita sadari seperti : menghina, memaki, membentak.
3)
Sehat
Sosial
Semuanya memang terkesan indah tapi ternyata
pacaran yang sehat itu adalah pacaran yang tidak terlalu mengikat, artinya
walaupun kita pacaran tapi hubungan social kita dengan yang lain (keluarga,
teman, sahabat dsb) harus tetap terjaga, kalau dari pagi, siang, sore sampai
malam kita selalu bersama pasangan kita akibatnya kita tidak akan bisa bergaul
dengan yang lain, jauh dengan keluarga dan bahkan kita akan merasa asing dengan
lingkungan sendiri.Selain itu kita sering dengar istilah “backstreet”, keadaan ini tentu membuat kita yang menjalani tidak nyaman,
adanya perasaan tertekan, sedih, keadaan ini sudah jauh dari sehat karenanya
jika kita menjalin sebuah hubungan kita harus mengenalkan pasangan dengan
orangtua, sebisa mungkin kita harus menghindari backstreet, karena dengan
membuka diri pada orang tua tentang hubungan yang tengah kita jalani sekarang
akan membuat orang tua lebih percaya dan dalam menjalani hubungan akan lebih
mudah.
4)
Sehat Seksual
Secara biologis remaja ataupun seseorang telah mengalami
perkembangan dan kematangan seks, tanpa disadari pacaran juga mempengaruhi
kehidupan seksual seseorang.Banyak cara untuk mengungkapkan perasaan cinta kita
pada pasangan, karenanya amat disayangkan bila “kontak fisik” merupakan
satu-satunya cara untuk membuktikan rasa cinta. Aktifitas seksual pada remaja
atau pasangan dengan status pacaran merupakan hal yang beresiko karena dapat
menyebabkan kehamilan tidak diinginkan, aborsi, penyakit menular seksual dsb.
11.
Hubungan
remaja dan kesehatan reproduksi
Remaja pada umumnya menghadapi permasalahan yang sama
untuk memahami tentang seksualitas, yaitu minimnya pengetahuan tentang
seksualitas dan kesehatan reproduksi yang disebabkan oleh terbatasnya akses
informasi dan advokasi remaja, tidak adanya akses pelayanan yang ramah terhadap
remaja, belum adanya kurikulum kesehatan reproduksi remaja disekolah, serta
masih terbatasnya institusi di pemerintah yang menangani remaja secara khusus
dan belum adanya undang-undang yang mengakomodir hak-hak remaja.
Keingintahuan remaja mengenai seksualitas serta dorongan
seksual yang telah menyebabkan remaja untuk melakukan aktifitas seksual remaja,
yang akhirnya menimbulkan persoalan pada remaja yang berkaitan dengan aktifitas
seksual. Seperti kasus-kasus kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan
(KTD) pada remaja, aborsi remaja, pernikahan usia muda dan lain sebagainya.
(Syafrudin,dkk, 2011; h.17-18)
12. Hubungan Seksual Pranikah
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan
mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang berusia
lebih dari 20 tahun. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2
sampai 5 kali risiko kematian dibandingkan dengan wanita yang berusia 18-25
tahun akibat persalinan yang lama dan macet, perdarahan, dan faktor lain.
Kegawatdaruratan yang berhubungan dengan kehamilan juga sering terjadi pada
remaja yang sedang hamil misalnya hipertensi dan anemia yang berdampak buruk
pada kesehatan tubuhnya secara umum.
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja seringkali
berakhir dengan aborsi. Banyak survei yang telah dilakukan di negara berkembang
menunjukkan bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita berusia di bawah 20 tahun
adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed). Aborsi yang disengaja seringkali berisiko lebih besar
pada remaja putri dibandingkan pada mereka yang lebih tua. Banyak studi yang
telah dilakukan juga menunjukkan bahwa kematian dan kesakitan sering terjadi
akibat komplikasi aborsi yang tidak aman. (Marmi, 2013; h.59)
13.
Teori
L.Green
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan dan sikap
masyarakat terhadap masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan
kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan
bahwa pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau
upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusifuntuk
kesehatan. Dengan perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku
individu, kelompok, atas masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka
sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis atau analisis terhadap
masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis
perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku
dipengaruhi oleh tiga aktor utama, yaitu:
a.
Faktor
Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan
bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang
manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun janinnya. Di
samping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat
juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan. Misalnya
orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh
suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat.
Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka
sering disebut faktor pemudah.
b.
Faktor
Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi,
dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan
praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu
hamil yang mau periksa kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus
dapat memperoleh fasilitas fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan,
misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini
pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,
maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.
Kemampuan ekonomi pun juga merupakan faktor pendukung untuk berperilaku sehat.
c.
Faktor
Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraruran,
baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan
sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh
(acuan) dari para tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping
itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat
tersebut. Seperti perilaku periksa kehamilan, dan kemudahan memperoleh
fasilitas periksa kehamilan. Juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan
yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa kehamilan. Oleh sebab itu,
intervensi pendidikan (promosi) kesehatan hendaknya dimulai dengan mendiagnosis
ketiga faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga
diarahkan terhadap tiga faktor tersebut. Diagnosis perilaku ini disebut model “Precede”, atau predisposing, reinforcing, and enabling cause in educational diagnosis and evaluation
(Green, 1980). (Notoatmodjo, 2012; h.18-20)
E. Kerangka
Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
(Modifikasi
Teori Lawrence Green)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar