Selasa, 17 Mei 2016

Kesehatan Reproduksi



 A.   Pengetahuan
1.    Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Wawan dan Dewi, 2011; h.11)
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. 
2.    Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yaitu:
a.    Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rencah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya.
b.    Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
c.    Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d.    Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.    Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi yang ada.
f.      Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3.    Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip Notoatmodjo,2003:11 adalah sebagai berikut:


a.    Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1)    Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2)    Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pimpinan-pimpinan masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri. 
3)    Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
b.    Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut metode penelitian. Cari ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
4.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
a.    Faktor Internal
1)    Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam,2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2)    Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip Nursalam (2003), pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.
3)    Umur
Menuru Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
b.    Faktor Eksternal
1)    Faktor Lingkungan
Menurut Ann.Mariner yang dari Nursalam lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
2)    Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
5.    Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a.    Baik           : Hasil presentase 76%-100%
b.    Cukup       : Hasil presentase 56%-75%
c.    Kurang      : Hasil presentase > 56%
(Wawan dan Dewi, 2011; h.11-18)

B.   Kesehatan Reproduksi
1.    Pengertian
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya. (Cholil,2006)
Pengertian kesehatan reproduksi ini ditemukan berbagai hal yang tercakup didalamnya tentang berbagai hal sebagai berikut ini:
a.    Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi.
b.    Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya.
c.    Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau, baik secara ekonomi maupun kultural.
d.    Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
2.    Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi dalam Lingkup Kehidupan
a.    Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b.    Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi termasuk PMS-HIV/AIDS
c.    Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi
d.    Kesehatan reproduksi remaja
e.    Pencegahan dan penanganan infertil
f.     Kanker pada usia lanjut
g.    Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker servik, mutilasi genital, fistula, dll.
3.    Tujuan dan Sasaran Progam Kesehatan Reproduksi
a.    Tujuan Umum
Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dari proses reproduksi harus didahului oleh hubungan seksual, tujuan utama progam kesehatan reproduksi adalah meningkatkan kesadaran kemandirian wanita dalam mengatur fungsidan proses reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidupnya.
b.    Tujuan Khusus
1)    Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya
2)    Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan
3)    Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya
4)    Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.
Tujuan diatas ditunjang oleh Undang-Undang No.23/1992, bab II pasal 3 yang menyatakan “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam bab III pasal 4 “Setiap orang mempunyai hak sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal”.
Sedangkan sasaran progam kesehatan reproduksi, antara lain adalah:
a.    Penurunan angka prevalensi anemia pada wanita (usia 15-49 tahun)
b.    Penurunan angka kematian ibu hingga 59%, semua wanita hamil mendapatkan akses pelayanan prenatal, persalinan oleh tenaga terlatih dan kasus kehamilan resiko tinggi serta kegawatdaruratan kebidanan, dirujuk kekapasilitas kesehatan
c.    Peningkatan jumlah wanita yang bebas dari kecacatan/gangguan sepanjang hidupnya sebesar 15% diseluruh lapisan masyarakat
d.    Penurunan proporsi bayi berat lahir rendah (<2,5kg),
e.    Pemberantasan tetanus neonaturum (angka insiden diharapkan kurang dari satu kasus per 1000 keahiran hidup) disemua kabupaten
f.     Semua individu dan pasangan mendapatkan akses informasi dan pelayanan pencegahan kehamilan yang terlalu dini, terlalu dekat jaraknya, terlalu tua, dan terlalu banyak
g.    Proporsi yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dan pemeriksaan dan pengobatan PMS (penyakit menular seksual) minimal mencapai 70% (WHO/SEARO, 1995)
(Marmi, 2013; h.6-7)
4.    Asuhan Kesehatan Reproduksi pada Remaja
Tujuan progam kesehatan reproduksi remaja yaitu untuk membantu agar remaja memahami dan menyadari ilmu tersebut, sehingga memiliki sikap dan perilaku sehat dan bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi. 
a.    Tujuan Umum
Mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015 melalui peningkatan pengetahuan, kesadaran sikap, dan perilaku remaja dan orang tua agar perduli dan bertanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga serta pemberian pelayanan kepada remaja yang memiliki permasalahan khusus.
b.      Tujuan Khusus
1)    Seluruh lapisan masyarakat mendapatkan informasi tentang KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja). Sasarannya:  meningkatnya cakupan penyebaran informasi kesehatan reproduksi remaja melalui media massa.
2)    Seluruh remaja disekolah. Sasarannya: meningkatnya cakupan penyebaran  info kesehatan reproduksi remaja disekolah umum, SMP, SMA, pesantren.
3)    Seluruh remaja dan keluarga yang menjadi anggota kelompok masyarakat mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Sasarannya: karang taruna, remaja masjid, perusahaan, remaja gereja, pramuka, pengajian, dan arisan.
4)    Seluruh remaja di perusahaan di tempat kerja mendapatkan info tentang kesehatan reproduksi remaja. Sasarannya: memperoleh informasi dan layanan kesehatan reproduksi remaja melalui perusahaan di tempat kerja.
5)    Seluruh remaja yang membutuhkan konseling serta pelayanan khusus dapat dilayani. Sasarannya: meningkatkan jumlah dan pemanfaatan pusat konseling dan pelayanan khusus bagi remaja.
6)    Seluruh masyarakat mengerti dan mendukung pelaksanaan progam kesehatan reproduksi remaja. Sasarannya: meningkatkan komitmen bagi politisi, toga, toma, Lembaga Swadaya Masyarakat (SDM) dalam pelaksanaan kesehatan reproduksi remaja.(Dr.Hasdianah dan Dr.H.Sandu, 2013; h.1-4)

C.   Remaja
1.    Pengertian
Kata remaja berasal dari bahasa latin, yaitu adolescenceyang artinya tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi, dan psikis. Masa remaja adalah masa usia 10-19 tahun, merupakan masa yang khusus dan penting karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut “masa pubertas”.
2.    Ciri-ciri remaja menurut perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a.    Tahap remaja awal (10-12 tahun), cirinya:
1)    Lebih dekat dengan teman sebaya
2)    Ingin bebas
3)    Lebih banyak memerhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak


b.    Tahap remaja abstrak (13-15 tahun), cirinya:
1)    Mencari identitas diri
2)    Timbulnya keinginan untuk berkencan
3)    Mempunyai rasa cinta yang mendalam
4)    Berkhayal tentang aktivitas seks
c.    Tahap remaja akhir (16-19 tahun), cirinya:
1)    Pengungkapan kebebasan diri
2)    Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
3)    Mempunyai citra jasmani
4)    Mampu berpikir abstrak
3.    Ciri-ciri remaja menurut masanya dibagi menjadi delapan masa, yaitu:
a.    Masa remaja sebagai periode yang penting. Semua periode dalam rentang kehidupan penting, tetapi kadar kepentingannya berbeda-beda. Periode yang penting yaitu akibat perubahan fisik dan psikologis.
b.    Masa remaja sebagai periode peralihan. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak-anak dan bukan juga seorang yang dewasa.
c.    Masa remaja sebagai periode perubahan. Ada empat perubahan yang terjadi pada masaremaja:
1)    Peningkatan emosi
2)    Peningkatan minat dan perilaku
3)    Perubahan tubuh
4)    Ambivalen terhadap setiap perubahan
d.    Masa remaja sebagai usia bermasalah. Masa remaja sering mempunyai masalah yang sulit diatasi baik anak laki-laki maupun perempuan. Sepanjang masa kanak-kanak, sebagian besar masalah diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga waktu menginjak usia remaja tidak mempunyai pengalaman dalam mengatasi masalah. Remaja merasa dirinya mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan dari orang tua maupun gurunya.
e.    Masa remaja sebagai masa mencari identitas
f.     Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
g.    Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengetahuan realis dan dengan meningkatnya pengalaman rasionalis. Remaja yang lebih besar memandang dirinya, keluarga, teman dan kehidupan secara holistik
h.    Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Perubahan fisik pada remaja terjadi sangat cepat, termasuk pertumbuhan organ-organ reproduksi, yaitu tanda-tanda seks primer. Tanda-tanda yang berhubungan langsung dengan organ seks, yaitu terjadinya haid pada remaja perempuan (menarke) dan terjadinya “mimpi basah” pada remaja laki-laki. Tanda-tanda seks sekunder pada laki-laki meliputi perubahan suara, tumbuh jakun, tumbuh kumis, jambang, dan rambut disekitar kemaluan serta ketiak, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadi ereksi dan ejakulasi, dada lebih besar, badan berotot. Sedangkan pada perempuan panggul melebar, terjadi pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan (pubis) dan di ketiak. (Bahiyatun, 2011; h.81-83)
4.    Perubahan kejiwaan pada masa remaja
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah sebagai berikut:
a.    Perubahan emosi
1)    Sensitif: perubahan-perubahan kebutuhan, konflik nilai antara keluarga dengan lingkungan dan perubahan fisik menyebabkan remaja sangat sensitif misalnya mudah menangis, cemas, frustasi,dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri, terlebih sebelum menstruasi.
2)    Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang memengaruhinya, sering bersikap irasional, mudah tersinggung sehingga mudah terjadi perkelahian atau  tawuran pada anak laki-laki, suka mencari perhatian, dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.
3)    Ada kecenderungun tidak patuh pada orang tua dan lebih senang pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di rumah.
b.    Perkembangan inteligensi
1)    Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberi kritik.
2)    Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku mencoba-coba.
Perilaku ingin coba-coba merupakan hal penting bagi kesehatan reproduksi remaja. Perilaku ingin mencoba hal yang baru jika didorong oleh rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah dengan segala akibatnya. Berikut adalah beberapa permasalahannya prioritas terkait perilaku remaja yang ingin mencoba hal baru.
a.    Kehamilan yang tidak dikehendaki akan menjurus pada aborsi tidak aman dan komplikasinya.
b.    Kehamilan dan persalinan usia muda akan menambah resiko kesakitan dan kematian ibudan bayi (2-4 kali lebih tinggi dari masa usia subur)
c.    Penularan penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS
d.    Ketergantungan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
e.    Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan, dan transaksi aeks komersial.
Dari segi kesehatan reproduksi, perilaku ingin mencoba-coba dalam bidang seks merupakan hal yang sangat rawan, karena akan membawa akibat yang sangat buruk dan merugikan masa depan remaja, khususnya remaja wanita. (Intan dan Iwan, 2012; h.18)
5.    Perubahan sosial
Untuk mengetahui tujuan pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat penyesuaian baru yang terpenting dan sulit:
a.    Kuatnya pengaruh kelompok sebaya
b.    Perubahan dalam sikap perilaku realis
c.    Pengelompokkan realis baru
d.    Nilai baru dalam memilih teman
e.    Nilai baru dalam penerimaan realis
f.     Nilai baru dalam memilih pemimpin
6.    Perubahan moral
Perubahan moral yang terjadi pada masa remaja meliputi:
a.    Perubahan konsep moral. Ada dua pengganti konsep moral:
1)    Kurangnya bimbingan dalam mempelajari bagaimana membuat konsep khusus berlaku umum
2)    Jenis disiplin yang diterapkan dirumah dan disekolah
b.    Pembentukan moral
c.    Peran suara hati dalam pengendalian perilaku. Dalam diri seorang yang mempunyai moral yang matang, selalu ada rasa bersalah dan malu.
7.    Perubahan kepribadian
Konsep usaha untuk memperbaiki kepribadian. Fakta yang memengaruhi keberhasilan remaja untuk memperbaiki kepribadiannya:
a.    Ia harus menentukan ide yang realistik dan dapat mereka capai
b.    Remaja harus membuat penilaian yang realistik mengenai kekuatan dan kelemahannya
c.    Para remaja harus merasa cukup puas dengan apa yang mereka capai dan berusaha memperbaiki prestasi di bidang yang mereka anggap kurang.


8.    Tugas perkembangan remaja
Menurut R.J. Havighurst, tugas perkembangan dapat diartikan sebagai suatu tugas yang timbul pada suatu periode atau masa tertentu dalam kehidupan seseorang. Tugas-tugas perkembangan masa remaja:
a.    Menerima keadaan fisik dan perannya sebagai pria atau wanita
b.    Menjalin hubungan baru dengan teman sebaya baik sejenis ataupun jenis kelamin
c.    Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
d.    Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomis
e.    Memilih dan mempersiapkan diri ke arah suatu pekerjaan atau jabatan
f.     Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual yang diperlukan dalam hidup sebagai warga negara yang terpuji
g.    Menginginkan dan berperilaku sesuai yang diinginkan masyarakat
h.    Menyusun nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia yang diperoleh dari ilmu pengetahuan yang memadai.
 (Bahiyatun, 2011; h.85-87)
9.    Penyimpangan Perilaku Remaja
Penyebab penyimpangan perilaku dibagi dalam dua golongan :
a.    Faktor Lingkungan
1)    Malnutrisi (kekurangan gizi)
2)    Kemiskinan di kota besar
3)    Gangguan lingkungan (populasi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam,dll)
4)    Migrasi (urbanisasi, pengungsian karena perang, dll)
5)    Faktor sekolah (kesalahan mendidik, faktor kurikulum)
6)    Keluarga yang tercerai berai (perceraian, perpisahan yang terlalu lama)
7)    Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga, seperti :
a)    Kematian orang tua
b)    Orang tua sakit berat atau cacat
c)    Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis
d)    Orang tua sakit jiwa
e)    Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keluarga, tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dll.
b.    Faktor Pribadi
1)    Faktor bakat yang memengaruhi temperamen (menjadi pemarah, hiperakif, dll)
2)    Cacat tubuh
3)    Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri
Macam penyimpangan perilaku :
1)    Kenakalan remaja
Kenakalan remaja yang dimaksud disini adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu:
a)    Kenakalan yang menimbulkan beban fisik pada orang lain (perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan,dll)
b)    Kenakalan yang menimbulkan korban materi (perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan,dll)
c)    Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak lain (pelacuran, penyalahgunaan obat)
d)    Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah, membantah perintah mereka)
2)    Gangguan mental, seperti peristiwa traumatis. Contoh, kemauan orang yang sangat dicintai, tidak lulus sekolah, dll. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat mengakibatkan seseorang merasa cemas, tidak aman, tertekan batinnya, sehingga pola periaku berubah.
3)    Gangguan kepribadian :
a)    Kepribadian narsistik : rasa kagum yang berebihan terhadap diri sendiri
b)    Kepribadian tergantung : pasif luar biasa, tidak mau mengambil suatu keputusan, ada kecenderungan rendah diri, dan kebutuhan yang kuat untuk selalu ditolong orang lain.
c)    Kepribadian anisosial : kecilnya rasa tanggung jawab, rendahnya nilai-nilai moral
d)    Gangguan karena obat-obatan berbahaya
e)    Cinta diri (narsisme) : emosi yang mendalam pada dirinya sendiri
f)     Fantasi seksual


Tanda bahaya yang umum dari ketidakmampuan penyesuaian diri remaja:
1)    Tidak bertanggung jawab
2)    Sikap yang agresif dan sangat yakin pada diri sendiri
3)    Perasaan tidak aman
4)    Merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang dikenal
5)    Perasaan menyerah
6)    Terlalu banyak berkhayal untuk mengimbangi keidakpuasan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari
7)    Mundur ke tingkat perilaku sebelumnya supaya disenangi dan diperhatikan
8)    Menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal
Penanganan dari perilaku remaja :
1)    Penerimaan dan penerapan kebiasaan, nilai dan lambang dari suatu kelompok.
2)    Peran serta aktif dalam kegiatan masyarakat
3)    Memberi kesempatan supaya remaja dapat mengembangkan dirinya secara lebih optimal
4)    Berusaha menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga sebaik-baiknya
5)    Orang tua mampu memandang masing-masing persepsi anak
6)    Dibekali dengan pendidikan yang tinggi (Bahiyatun, 2011; h.94-95)


D.   Pacaran
Istilah pacaran tidak bisa lepas dari dunia remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pacaran dapat diartikan bermacam-macam, tetapi intinya adalah jalinan cinta antara seorang remaja dengan lawan jenisnya.
1.    Pengertian
Atweter (1983) menggunakan istilah intimate atau personal relationship untuk menjelaskan pacaran dan mengartikan intimacy sebagai bentuk hidup hubungan interpersonal yang bersifat informal antara dua teman dekat sebagai hasil dari kedekatan dalam periode yang lama, kelekatan personal terhadap orang lain dimana pasangan saling berbagi pikiran dan perasaan yang mendalam. Sedangkan Weiten (1997) mengasosiasikan pacaran dengan hubungan dekat, yang relatif lama dimana frekuensi interaksi terjadi dalam berbagai situasi dan dampak dari interaksi yang terjadi sangat kuat bagi orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Sementara Knight mendefinisikan berpacaran dalam arti sepenuhnya, dimana hal itu menyangkut hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita. Pada intinya, berpacaran merupakan proses persatuan atau perencanaan khusus antara dua orang yang berlawanan jenis, yang saling tertarik satu sama lain dalam berbagai tingkat tertentu. Dapat disimpulkan, bahwa pacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
2.    Tujuan Berpacaran
a.    Rekreasi
b.    Hubungan tanpa adanya kewajiban terhadap pernikahan
c.    Perolehan status
d.    Integrasi sosial
e.    Memperoleh kepuasan atau pengalaman seksual
f.     Seleksi pasangan hidup
g.    Kebutuhan untuk memelihara
h.    Kebutuhan akan bantuan
i.      Kebutuhan untuk diyakinkan akan nilai
j.      Memperoleh intimasi
3.    Konsep Pacaran
Dari survey yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah (dalam Husni, 2005; Sugiyati, 2007) ditemukan bahwa 25% remaja sudah saling meraba (payudara dan kelamin), dan 7,6% sudah melakukan hubungan seks.
a.    Komitmen
Pasangan yang memiliki komitmen tidak melihat masalah atau perbedaan sebagai indikasi berakhirnya hubungan. Sebaliknya, mereka memandang hubungan tersebut harus dipertahankan. Komitmen menekankan keinginan untuk menyelesaikan masalah dan konflik yang muncul.


b.    Saling Berbagi
Kegiatan berbagi bisa merupakan berbagi dalam hal fisik (seksual) maupun batin/jiwa. Saling berbagi dalam hal batin/jiwa terlihat ketika pasangan bertukar pikiran dan perasaan.
4.    Komponen Pacaran
Pertama, saling percaya. Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya. Kedua, komunikasi. Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik. Ketiga, keintiman. Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan. Keintiman tidak hanya terbatas pada fisik saja.
5.    Faktor Pendorong Pacaran
Remaja melakukan pacaran karena banyak hal yang mendasari, diantaranya adalah :
a.    Globalisasi Indonesia yaitu dengan semakin maraknya teknologi canggih seperti TV, komputer, internet, VCD, dan media lainnya.
b.    Melemahnya kontrol lingkungan
c.    Bergesernya nilai dan fungsi keluarga, kurang perhatian orang tua dan berkurangnya komunikasi dalam keluarga
d.    Merosotnya kemampuan persepsi dan interpersepsi terhadap nilai-nilai agama dan budaya
e.    Kurang terarahnya metode pendidikan seksual bagi remaja
f.     Besarnya keinginan remaja untuk mencoba-coba
Data DEPKES RI (2006), menunjukkan jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia sekitar 43 juta (19,61%) dari jumlah penduduk. Sekitar satu juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wania (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual.
6.    Perilaku Seksual pada Laki-laki dan Perempuan
a.    Dibandingkan dengan perempuan, laki-laki lebih mudah untuk menyatakan bahwa mereka sudah berhubungan seks dan sudah aktif berperilaku seks.
b.    Remaja perempuan menghubungkan seks dengan cinta (Taris&Semin, 1997)
Alasan mereka berhubungan seks adalah cinta. Sedangkan pada remaja laki-laki kecenderungan ini jauh lebih kecil (Moore&Rosenthal, 2006)
c.    Perempuan menghubungkan seks dengan komitmen, sementara pada laki-laki justru sebaliknya
d.    Sebagian besar hubungan seks pada remaja diawali dengan agresivitas pada remaja laki-laki. Selanjutnya, remaja perempuanlah yang menentukan sampai batas mana agresivitas laki-laki itu dapat terpenuhi
e.    Remaja laki-laki cenderung menekan dan memaksa remaja perempuan yang menjadi pasangan untuk berhubungan seks, tetapi ia sendiri tidak merasa memaksa
f.     Alasan berhubungan seksual yang lebih banyak diungkapkan perempuan yaitu karena dipaksa (perempuan 61%, laki-laki 23%), dan karena butuh dicintai (perempuan 45%, laki-laki 23%), sementara alasan yang lebih banyak diungkapkan laki-laki adalah karena sudah merasa siap (perempuan 51%, laki-laki 59%), dan takut diejek teman karena masih gadis/perjaka (perempuan 38%, laki-laki 43%)
7.    Dampak Positif dan Negatif
a.    Dampak Positif
1)    Prestasi belajar meningkat
2)    Pergaulan sekolah bisa meluas
3)    Mengisi waktu luang
4)    Perasaan aman, tenang, nyaman, dan terlindungi, hubungan emosional yang saling mengasihi, menyayangi, dan menghormati
5)    Tambah dewasa
6)    Menghindari stres
b.    Dampak Negatif
1)    Prestasi sekolah menurun
2)    Pergaulan sosial menyempit
3)    Keterkaitan pacaran dengan seks
4)    Penuh masalah sehingga mengakibatkan stres
5)    Kebebasan pribadi kurang
6)    Melatih kemunafikan
7)    Menjadi panjang angan-angan
8)    Menjadikan hidup boros
9)    Akan melemahkan daya kreatifitas dan menyulitkan konsentrasi


8.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pacaran Remaja
a.    Umur
Dalam SKRRI 2007, didapatkan bahwa umur pertama kali pacaran, baik pada wanita maupun pria sebagian besar pada usia 15-17 tahun.
b.    Jenis Kelamin
Fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang daripada remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual daripada perempuan
c.    Jenis Sekolah
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dan perilaku dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu
d.    Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
Pengetahuan tertentu tentang kesehatan misalnya kesehatan reproduksi mungkin penting sebelum suatu tindakan pribadi terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya
e.    Sikap Permisif
Sikap permisif diartikan sebagai sikap yang lebih bebas yang dapat menerima hubungan seksual pranikah. Survei SKRRI (2007) pada remaja usia 15-19 tahun menunjukkan bahwa pria yang setuju dengan hubungan seksual sebelum menikah pada pria 7,1% dan bagi wanita 4,1%, sedangkanwanita lebih sedikit yang setuju yaitu untuk wanita 1% dan bagi pria 1,8%
f.     Pengaruh Teman Sebaya
Dalam SKRRI, 2002-2003, ditemukan bahwa remaja putra-putri yang pernah membicarakan masalah kesehatan reproduksi dengan teman sebaya (83%) jauh lebih tinggi dengan ibu (46%) dengan ayah (17%). Remaja putra yang membahas seks dengan teman (24,4%) lebih sering daripada dengan ibu (20,6%) dan dengan ayah (15%). Yang lebih gawat, remaja putri ternyata lebih suka membahas masalah seks dengan pacarnya (46%) daripada ibu (38,2%) apalagi dengan ayah (2,2%).
g.    Media Pornografi
Sebuah studi menemukan bahwa acara TV yang paling banyak dipilih remaja adalah acara yang memiliki persentase yang tinggi dalam interaksi yang mengandung pesan-pesan seksual
h.    Peran Orang Tua
Orang tua dapat bertindak sebagai pemberi informasi tentang kesehatan reproduksi yang akan menjadi pertimbangan remaja dalam berperilaku
i.      Peran Guru
Di sekolah guru berperan sebagai orang tua bagi siswa. Guru adalah figur yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan formal


j.      Kurikulum Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Tujuan utama dari pendidikan kesehatan reproduksi remaja adalah untuk memberi informasi dan pengetahuan pada remaja mengenai seluk beluk kesehatan reproduksi remaja, masalah-masalah dalam kesehatan reproduksi, bentuk-bentuk pola persahabatan antara laki-laki dan perempuan, pemahaman tentang anatomi dan fisiologi organ-organ reproduksi, terutama yang berkaitan dengan fungsi seksual dan bagaimana menjaga organ-organ reproduksi tidak tertular penyakit seksual.
9.    Sekilas Tentang Perilaku Seksual Pranikah
Perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah (Sawono, 2005). Hajcak & Garwood (dalam Dacey & Kenny, 1997) menyebutkan beberapa motif yang digunakan oleh remaja untuk melakukan perilaku seksual, yaitu :
a.    Menegaskan pernah maskulin dan feminin
b.    Mendapatkan kasih sayang
c.    Sebagai bentuk perlawanan terhadap orang tua atau figur otoritas lainnya
d.    Meraih harga diri yang lebih tinggi
e.    Sebagai bentuk balas dendam atau untuk menghina seseorang
f.     Melampiaskan kemarahan
g.    Menghilangkan rasa bosan
h.    Membuktikan kesetiaan pasangan
(Luqman, 2014)
10.  Pacaran Sehat
Masalah paling krusial yang berkaitan dengan seksualitas remaja adalah masih banyaknya kasus kehamilan yang disebabkan karena kurang hati-hatinya remaja selama menjalani masa pacaran, termasuk pola pikir dan kepribadiannya. Tetapi justru digunakan untuk hal-hal yang berbau seks dan mmbangkitkan birahi. Pacaran bagi remaja sebenarnya merupakan hal yang lumrah, apalagi masa remaja adalah masa dimana seseorang memiliki rasa ketertarikan yang kuat terhadap lawan jenis. Sayangnya, gaya berpacaran remaja di zaman sekarang telah mengarah pada periaku seks untuk mengisi waktu senggang mereka.
Pacaran sehat sendiri sering dimaknai suatu proses pacaran dimana keadaan fisik, mental, dan sosial kedua remaja yang pacaran dalam keadaan baik. Sehat secara fisik berarti tidak ada kekerasan dalam berpacaran. Menjaga kondisi tubuh diri dan pasangan agar tetap sehat juga merupakan hal yang harus dilakukan dan tentunya menguntungkan satu sama lain. Hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh para remaja agar berpacaran secara sehat, antara lain :
a.    Kasih sayang, setia
b.    Jangan melakukan tindakan kekerasan
c.    Luangkan waktu untuk bergaul dengan teman-teman
d.    Jangan sakiti perasaan pasangan, jangan cemburu yang berlebih
e.    Jangan menghabiskan waktu seharian berdua saja apalagi ditempat-tempat yang sepi
f.     Lakukan kegiatan-kegiatan yang positif bersama seperti, belajar, berolahraga, dan sembahyang bersama
g.    Hindari buku-buku, majalah, gambar-gambar, video yang isinya seputar seks. Karena sekali dan sekilas saja kita melihat gambar, video atau cerita seks tersebut akan terekam dipikiran dan akan timbul keinginan untuk mengulangi ataupun mempraktekannya
h.    Pengendalian diri untuk tidak berbuat diluar batas ketika sedang kontak fisik dengan pasangan
i.      Jangan pernah mengatasnamakan hubungan seks sebagai bukti cinta
(Drs.Maryadi, 2013)
Beberapa Tips untuk melakukan pacaran sehat, diantaranya :
1)    Sehat Fisik
Dalam menjalin hubungan / pacaran setiap pasangan harus dapat saling menjaga dan melindungi, karena itu setiap pasangan tidak dibenarkan saling menyakiti apalagi terjadi kekerasan dalam hubungan itu. Harus tetap diingat walaupun sedang emosi dan apapun alasannya bila sedang berbeda pendapat ataupun berselisih tetap tidak boleh saling memukul, menendang apalagi membunuh.Sehat secara fisik dapat juga diartikan jika kita dapat menjalani hubungan tanpa menyakiti pasangan, kita berhak menolak jika pasangan kita menyuruh untuk melakukan hubungan seks.
2)    Sehat Emosional
Biasanya alasan pasangan untuk berpacaran/menjalin hubungan khusus adalah untuk mencari kebahagiaan, karena itu hubungan yang berlangsung itu harus terjalin dengan kerjasama dari kedua pihak agar timbul rasa nyaman, saling pengertian dan keterbukaan.Jangan pernah ragu untuk mengungkapkan pendapat kamu pada pasangan dan yang terpenting adalah bagaimana cara kita mengungkapkan dan mengendalikan emosi dengan baik, karena bentuk dari kekerasan tidak hanya berupa secara fisik tapi juga secara psikis/emosional yang ternyata sering terjadi tanpa kita sadari seperti : menghina, memaki, membentak.
3)    Sehat Sosial
Semuanya memang terkesan indah tapi ternyata pacaran yang sehat itu adalah pacaran yang tidak terlalu mengikat, artinya walaupun kita pacaran tapi hubungan social kita dengan yang lain (keluarga, teman, sahabat dsb) harus tetap terjaga, kalau dari pagi, siang, sore sampai malam kita selalu bersama pasangan kita akibatnya kita tidak akan bisa bergaul dengan yang lain, jauh dengan keluarga dan bahkan kita akan merasa asing dengan lingkungan sendiri.Selain itu kita sering dengar istilah backstreet”, keadaan ini tentu membuat kita yang menjalani tidak nyaman, adanya perasaan tertekan, sedih, keadaan ini sudah jauh dari sehat karenanya jika kita menjalin sebuah hubungan kita harus mengenalkan pasangan dengan orangtua, sebisa mungkin kita harus menghindari backstreet, karena dengan membuka diri pada orang tua tentang hubungan yang tengah kita jalani sekarang akan membuat orang tua lebih percaya dan dalam menjalani hubungan akan lebih mudah.


4)    Sehat Seksual
Secara biologis remaja ataupun seseorang telah mengalami perkembangan dan kematangan seks, tanpa disadari pacaran juga mempengaruhi kehidupan seksual seseorang.Banyak cara untuk mengungkapkan perasaan cinta kita pada pasangan, karenanya amat disayangkan bila “kontak fisik” merupakan satu-satunya cara untuk membuktikan rasa cinta. Aktifitas seksual pada remaja atau pasangan dengan status pacaran merupakan hal yang beresiko karena dapat menyebabkan kehamilan tidak diinginkan, aborsi, penyakit menular seksual dsb.
11.  Hubungan remaja dan kesehatan reproduksi
Remaja pada umumnya menghadapi permasalahan yang sama untuk memahami tentang seksualitas, yaitu minimnya pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi yang disebabkan oleh terbatasnya akses informasi dan advokasi remaja, tidak adanya akses pelayanan yang ramah terhadap remaja, belum adanya kurikulum kesehatan reproduksi remaja disekolah, serta masih terbatasnya institusi di pemerintah yang menangani remaja secara khusus dan belum adanya undang-undang yang mengakomodir hak-hak remaja.
Keingintahuan remaja mengenai seksualitas serta dorongan seksual yang telah menyebabkan remaja untuk melakukan aktifitas seksual remaja, yang akhirnya menimbulkan persoalan pada remaja yang berkaitan dengan aktifitas seksual. Seperti kasus-kasus kekerasan seksual, kehamilan tidak diinginkan (KTD) pada remaja, aborsi remaja, pernikahan usia muda dan lain sebagainya. (Syafrudin,dkk, 2011; h.17-18)
12.  Hubungan Seksual Pranikah
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang berusia lebih dari 20 tahun. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian dibandingkan dengan wanita yang berusia 18-25 tahun akibat persalinan yang lama dan macet, perdarahan, dan faktor lain. Kegawatdaruratan yang berhubungan dengan kehamilan juga sering terjadi pada remaja yang sedang hamil misalnya hipertensi dan anemia yang berdampak buruk pada kesehatan tubuhnya secara umum.
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja seringkali berakhir dengan aborsi. Banyak survei yang telah dilakukan di negara berkembang menunjukkan bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita berusia di bawah 20 tahun adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed). Aborsi yang disengaja seringkali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada mereka yang lebih tua. Banyak studi yang telah dilakukan juga menunjukkan bahwa kematian dan kesakitan sering terjadi akibat komplikasi aborsi yang tidak aman. (Marmi, 2013; h.59)
13.     Teori L.Green
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan dan sikap masyarakat terhadap masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusifuntuk kesehatan. Dengan perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atas masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga aktor utama, yaitu:
a.      Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun janinnya. Di samping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan. Misalnya orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
b.      Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan, misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. Kemampuan ekonomi pun juga merupakan faktor pendukung untuk berperilaku sehat.
c.      Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraruran, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan)  dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa kehamilan, dan kemudahan memperoleh fasilitas periksa kehamilan. Juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa kehamilan. Oleh sebab itu, intervensi pendidikan (promosi) kesehatan hendaknya dimulai dengan mendiagnosis ketiga faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap tiga faktor tersebut. Diagnosis perilaku ini disebut model “Precede”, atau predisposing, reinforcing, and enabling cause in educational diagnosis and evaluation (Green, 1980). (Notoatmodjo, 2012; h.18-20)



E.    Kerangka Teori



 






















                                                                                                                       


 



                                                                                                                                                       




Gambar  2.1 Kerangka teori
(Modifikasi Teori Lawrence Green)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar