Rabu, 20 April 2016

Teknik Mengejan dan Robekan Jalan Lahir



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Teori
1. Robekan Jalan Lahir
a. Pengertian
Robekan jalan lahir (Harry Oxorn, 2010) selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya.Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum vagina, serviks dan robekan uterus.Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena.Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau speculum.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan.Jika perlukan hanya mengenai bagian luar (superficial) saja atau jika perlukan tersebut tidak mengeluarkan darah, biasanya tidak perlu dijahit.Hanya perlukan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan baik atau perlukan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan.

b. Derajat Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dibagi menjadi 4 tingkat :
1)Tingkat I        : Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa kulit perineum
2)Tingkat II      : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot pernei aranseralis, tetapi tidak mengenai otot sfingerani
3)Tingkat III     :   Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
4)Tingkat IV   : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rectum.

c. Penyebab Terjadinya Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan.Robekan dapat terjadi bersama dengan atonia uteri.Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak pertama, pada sekitar separuh dari kasus-kasus tersebut, robekan ini akan amat luas. Laserasi harus diperbaiki dengan cermat.
1) Penyebab Maternal
a)Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
b)   Pasien tidak mampu berhenti mengejan
c)   Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
d)  Edema dan kerapuhan pada perineum
e)   Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
f)    Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior.
g)   Peluasan episiotomi
2) Faktor-faktor janin :
a)   Bayi yang besar
b)   Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
c)   Kelahiran bokong
d)  Ekstrasksi forceps yang sukar
e)   Dystocia bahu
f)    Anomali congenital, seperti hydrocephalus.

d. Penatalaksaan Robekan Jalan Lahir
Tujuan penatalaksanaan robekan jalan lahir yaitu untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi. Proses penyembuhan bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari pertumbuhan jaringan. Kemudian tujuan lainnya yaitu untuk menghentikan perdarahan.
1)      Robekan Jalan Lahir Derajat Dua
Pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
Pada robekan jalan lahir tingkat dua, setelah diberi anesthesia lokal otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya.
2)      Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan
a)      Wadah berisi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet
Rasionalisasi : Ditempatkan dalam satu wadah agar memudahkan pekerjaan.
b)      Kapas DTT
Rasionalisasi : Untuk membersihkan perineum dari lendir dan darah
c)      Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steri, jatuhkan dalam wadah DTT
Rasionalisasi : Menghindari adanya kontaminasi dari tangan penolong
d)     Patahkan ampul lidokain
Rasionalisasi ; Lindokain untuk anestesi luka jalan lahir
3)      Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi ditepi tempat tidur
Rasionalisasi : Agar luka terlihat dan penjahitan lebih mudah dilakukan
4)      Pasang kain bersih dibawah bokong ibu
Rasionalisasi : Menghindari terjadinya infeksi karena kain untuk persalinan sudah kotor oleh lendir dan darah.
5)      Atur lampu sorot atau senter kearah vulva / perineum ibu
Rasionalisasi : Untuk dapat melihat dengan jelas luka perineum
6)      Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Rasionalisasi : Mencuci tangan termasuk dalam upaya pencegahan infeksi dan di air mengalir karena mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang di air yang tidak mengalir
7)      Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
Rasionalisasi : Untuk mengambil spuit yang ada pada wadah DTT
8)      Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan letakkan kembali kedalam wadah DTT
Rasionalisasi : Untuk memudahkan pekerjaan dan menjaga agar spuit tidak tersentuh oleh alat-alat on-steril
9)      Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan kiri
Rasionalisasi : Pemakaian sarung tangan termasuk dalam pencegahan infeksi
10)  Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum
Rasionalisasi : Untuk mencegah kontaminasi kotoran tinja
11)  Periksa vagina, servik, dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya merupakan derajat satu atau dua
Rasionalisasi : Karena jika robekan derajat III dan IV, jangan mencoba untuk menjahit siapkan rujukan segera.

2. Teknik Mengejan
            a. Pengertian
Mengejan adalah tahapan saat pembukaan atau dilatasi mulut Rahim mencapai puncaknya, yaitu 10 cm. Pada saat ini konsentrasi terasa semakin kuat dan anda secara insting akan merasakan dorongan kuat untuk mengejan, mendorong bayi keluar. Dengan Teknik mengejan yang benar, bayi bias didorong keluar tanpa perlu habis-habisan menguras tenaga.
b. Teknik Mengejan
Adapun teknik mengejan antara lain :
1)      Mengejan dimulai saat persalinan memasuki kala 2 yaitu mengejan. Penolong persalinan akan menentukan waktunya, namun secara fisik anda akan merasakannya saat pembukaan sudah lengkap, kontraksi kian kuat dan sakit, juga ada “panggilan” mengejan dari tubuh.
2)      Mulai mengejan setelah diperintah penolong persalinan
3)      Tarik napas panjang, mulai mengejan
4)      Buang napas sedikit demi sedikit
5)      Angkat kepala saat mengejan
6)      Konsentrasikan mengejan pada daerah perut, bukan otot leher
7)      Mata tetap terbuka, arahkan pandangan keperut
8)      Kaki dilemaskan, jangan tegang, apa pun posisi melahirkan anda
9)      Mulut ditutup, kemudian mengejan ke daerah perut. Jangan angkat panggul. Kondisikan diri santai
10)  Hindari berteriak karena justru akan menghabiskan tenaga
11)  Berhenti mengejan saat penolong persalinan memerintahkan berhenti, yang disebut satu periode mengejan, lamanya antara beberapa detik sampai 1 menit. Jika satu periode mengejan ini efektif, bayi akan terdorong keluar cukup jauh
12)  Istirahat disela periode mengejan dengan bernapas cepat (panting), hembuskan napas pendek-pendek dari mulut. Dengarkan lagi instruksi penolong persalinan untuk periode mengejan berikutnya (biasanya saat kontraksi datang lagi). Lalu ulangi prosesnya dari awal. Proses mengejan sampai bayi lahir biasanya memakan waktu 30 menit
c. Kesalahan yang Sering dilakukan Ibu Saat Mengejan
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan ibu saat mengejan, antara lain :
1)      Berteriak
Mungkin karena ingin menyalurkan emosi dan rasa sakit, namun  hal ini tidak produktif. Selain membuang tenaga akan lebih bermanfaat jika disalurkan sepenuhnya untuk mengejan. Berteriak juga akan membuat tenggorokan kering, batuk, serak, membuat suasana jadi panic dan tegang. Jika sakit tak tertahankan saat kontraksi, lemaskan otot agar relaks, tarik napas panjang dan hembuskan  perlahan.
2)      Mata di tutup
Dapat mengakibatkan tekanan pada mata, sehingga pembuluh darah di selaput bola mata pecah. Akibatnya mata memerah, meski akan sembuh dalam beberapa hari. Maka buka mata saat meneran, arahkan pandangan ke arah perut.
3)      Mengangkat panggul
Dapat membuat robekan jalan lahir lebih lebar sehingga memerlukan lebih banyak jahitan.
4)      Bernapas serabutan
Tidak ada manfaatnya dalam proses mengejan. Tarik napas yang benar justru mengurangi rasa sakit dan menjadi sumber tenaga mengejan.
5)      Mengejan sebelum disarankan oleh penolong persalinan
Sehingga pola mengejan jadi tidak teratur, tenaga terbuang percuma, dan jalan lahir lahir membengkak karena saat mengejan terdapat cairan yang keluar dari jalan lahir.Akibat lebih jauh jika vagina mengalami pembengkakan adalah menyulitkan penjahitan.Jika sudah tak ingin lagi mengejan sementara pembukaan belum lengkap dan belum dianjurkan penolong, lakukan pernapasan pendek-pendek dan cepat.
6)      Menahan mengejan
Beberapa ibu menahan mengejan karena khawatir feses (kotoran) ikut keluar dari anus. Agar tidak terjadi kosongkan usus 24 jam sebelum persalinan (Momadmin, 2011).

Jumat, 08 April 2016

Manajemen Konflik





A.      Manajemen Konflik
Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau kelompok untuk tujuan yang sama. Mengalahkan saingan nampaknya merupakan cara yang penting untuk mencapai tujuan. (Theodorson & Theodorson, 1979 : 71)
Menurut Kilmann & Thomas (dalam Luthans, 1983 : 366) yang dimaksud dengan konflik adalah : “ Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan, seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan, dan secara emosional mengandung suasana permusuhan.
Menurut Ross (1993), manjemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik. Di samping itu, mungkin atau tidak mungkin dapat menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interprestasi. Bagi pihak luar (diluar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Pendekatan manajemen konflik bisa diartikan sebagai pelaksanaan pendekatan manajemen konflik dalam menyikapi berbagai masalah yang timbul di kalangan anak asuh. Hal ini dimaksudkan agar setiap anak dapat berfikir cerdas tentang aspek positif dan negatif dari setiap tingkah laku mereka. Tidak hanya itu, dengan adanya pendekatan manajemen konflik, diharapkan setiap anak bisa lebih mudah berinteraksi antar sesama teman, sehingga tidak ada lagi perpecahan dan kelompok-kelompok kecil di antara mereka.
Menurut Fred R. David, sebagaimana dikutip oleh Dono Sunardi bahwa ada tiga pendekatan manajemen konflik, yaitu:
a.       Penghindaran (avoidance): pengabaian persoalan dengan harapan konflik akan selesai dengan sendirinya.
b.       Defisi (Defision) : tidak menekan perbedaan antar pihak yang berkonflik.
c.       Konfrontasi: mempertukarkan pihak-pihak yang berkonflik sebagai pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh seorang guru di dalam melatih anak asuhnya agar terampil dalam mengelola konflik mereka adalah sebagai berikut:
1)        Mengenalkan substansi konflik anak asuh yang akan dilatih untuk mengelola konflik perlu diberikan wawasan yang cukup komprehensif tentang hakekat konflik, yaitu bahwa di mana pun konflik bisa saja terjadi, berkonotasi negatif, perlu dikenali dan apa pun hasil akhirnya sangat tergantung pada pengelolaannya.
2)        Mengenalkan faktor terjadinya konflik
Munculnya konflik biasanya diisyaratkan oleh adanya komentar
emosional, serangan gagasan yang apriori, saling tuduh, dan saling serang pada pribadi. Dengan memahami hal ini diharapkan anak didik dapat berfikir cerdik dan mampu menganalisa sendiri setiap perilaku yang berpotensi menimbulkan konflik.
3)      Mengenalkan aspek positif dari konflik
Anak asuh perlu mengetahui dengan baik bahwa konotasi negatif dalam setiap konflik bukanlah sesuatu yang final. Di balik sisi negatifnya masih terdapat sisi positif yang dapat dimanfaatkan apabila dikelola dengan baik. pengelolaannya dapat dilakukan dengan cara konfrontasi agresif, manufer negatif, penundaan terus menerus, dan bertempur secara pasif.
4)      Membangun keberagaman inklusif
Dengan memberikan wawasan tentang pendidikan multicultural pada anak asuh tersebut akhirnya bermuara pada terciptanya sikap siswa/anak asuh yang mau memahami, menghormati, menghargai perbedaan budaya, etnis, agama yang ada dilingkungan tersebut. Bahkan bisa dimungkinkan mereka dapat bekerja sama kemudian pendidikan multicultural memberikan penyadaran bahwa perbedaan di antara mereka tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk bersatu. Dengan perbedaan siswa, justru diharapkan tetap bersatu, tidak bercerai berai’ mereka juga diharapkan menjalin kerja sama dengan berlombah-lombah dalam kebaikan.
5)        Memberikan pendidikan sosial anak
Yang dimaksud pendidikan sosial/kemasyarakatan disini ialah pendidikan anak agar terbiasa melakukan hal-hal yang positif; seperti, tata karma sosial yang utama, dasar-dasar kejiwaan dan emosi keimanan yang mendalam agar dimasyarakat anak bisa bergaul dengan baik dan bertindak bijak, 20karena pendidikan sosial merupakan fenomena tingkah laku dan psikologis watak yang dapat mendidik anak guna menunaikan segala kewajiban, sopan santun, control sosial, dan interaksi yang baik dengan orang lain.
Seorang guru dalam mengelola konflik siswa berbeda antara guru yang satu dengan guru yang lain, masing-masing guru mempunyai cara dan metode yang berbeda dalam menyelesaikan konflik siswa. Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Siswa merasa ada distansi (jarak) dengan guru, maka sulit untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar.
Guru yang kurang bijaksana, dan tidak pernah mengadakan pendekatan dengan murid, tidak pernah mengetahui bahwa didalam kelas itu ada klik atau group yang satu dengan yang lainnya saling bersaing secara tidak konstruktif, malah mungkin bisa melatar belakangi perkelahian antar pelajar secara massal. Jiwa kelas perluh dibina, bahkan hubungan antar individu perlu ditonjolkan. Kelas yang mati, yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk group atau gang tidak diharapkan. Guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong dalam belajar berkelompok.

B.       Jenis-Jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
1.      Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a.       Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
b.      Konflik pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
c.       Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.      Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.    Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4.    Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja-manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
5.    Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

C.      Peranan Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
b.      Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
c.       Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1)        Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
2)        Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
3)        Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik.
Menurut Mc.Namara (2007) ada beberapa tipe tindakan manajerial yang menyebabkan konflik di tempat kerja yaitu :
a.    Komunikasi yang terbatas.
b.   Jumlah sumber daya yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi
c.    “Karakter Pribadi”, termasuk konflik nilai atau tindakan antara manajer dengan pekerja.
d.   Masalah kepemimpinan, termasuk ketidakkonsistenan, kehilangan arah, kepemimpinan yang memperoleh informasi cukup.

D.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1.         Faktor Intern
a.         Kemantapan organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
b.      Sistem nilai
Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
c.    Tujuan
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
d.   Sistem lain dalam organisasi
Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan,sitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.

2.      Faktor Ekstern
a.       Keterbatasan sumber daya
Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
b.        Kekaburan aturan/norma di masyarakat. Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
c.         Derajat ketergantungan dengan pihak lain Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
d.        Pola interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

E.       Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1.         Introspeksi diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi konflik? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita?. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2.      Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3.         Identifikasi sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4.         Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a.         Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang-kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.      Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c.       Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d.      Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
e.       Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
F.       Konflik Siswa
1.      Pengertian
Seseorang mempunyai asumsi atau pendapat yang berbeda mengenai konflik. Asumsi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti budaya, agama, pendidikan, pengalaman mengahadapi konflik, jenis kelamin, dan sebagainya. Secara umum, asumsi orang dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu konflik buruk dan merusak; konflik netral, tidak baik dan tidak buruk, serta sesuatu yang baru. Asumsi orang mengenai konflik memengaruhi gaya manajemen konflik orang ketika menghadapi situasi konflik. Apalagi pada seorang anak didik, karena pada usia-usia sekolah anak lebih cenderung menggunakan emosi terlebih dahulu.
Banyak orang juga berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang buruk, negatif, dan merusak. Oleh karena itu, konflik harus dicegah dan dihindari. Stephen P. Robbins (1992) menyebut asumsi ini sesuatu yang merusak mengasosiasikan konflik dengan sesuatu yang negatif, antara lain sebagai berikut:
a.    Konflik buruk. konflik menimbulkan sesuatu yang buruk, seperti pertentangan, kompetisi, perkelahian, perang, dan sebagainya.
b.    Konflik merusak. Konflik merusak keharmonisan hidup dan hubungan baik antarmanusia, keselarasan, serta keseimbangan hidup dan interaksi sosial antar manusia.
c.    Konflik sama dengan kekerasan dan agresi. Konflik mengarah kepada kebencian, kekerasan, agresi, perkelahian, dan perang.
d.   Konflik emosional dan irasional. Konflik dapat membuat orang menjadi emosional dan irasional; membuat orang merasa bahwa dirinya sendiri yang benar dan lawan konfliknya salah, tanpa mempertimbangkan fakta dan data yang ada.
e.    Konflik merupakan penyebab stres dan frustasi. Pihak-pihak yang terlibat konflik akan mengalami stres dan frustasi sehingga mempengaruhi fisik dan kejiwaan seorang anak.
f.     Konflik sama dengan perang, agresi, kehancuran, dan penderitaan manusia. Konflik destruktif sama dengan perang. Dimana terjadi saling menyerang dan agresi.
g.    Konflik ancaman. Bagi pihak yang terlibat konflik, konflik merupakan ancaman dari lawan konflik yang berupaya untuk mengalahkannya. Apabila kalah saat terlibat konflik, maka akan kehilangan apa yang diimpikannya.
Seseorang yang berasumsi bahwa konflik adalah buruk dan merusak maka ia akan berupaya untuk menghindari dan mencegah terjadinya konflik. Caranya dengan menghilangkan penyebab terjadinya konflik, yaitu dengan menghindari penyebab konflik dan menindas penyebab konflik tersebut jika suatu konflik akan terjadi dan telah terjadi.
2. Penyelesaian Konflik Pada Siswa
Dalam pembahasan mengenai hal ini strategi yang digunakan manajemen konflik dalam mengatasi konflik siswa adalah dengan cara problem solving, yaitu dengan mencari alternatif yang memuaskan anspirasi kedua belah pihak. Problem solving dapat di devinisikan sebagai segala macam usaha yang dilakukan untuk mengalokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi, yang dapat diterima oleh semua belah pihak. Peneliti sama sekali tidak bermaksud mengatakan bahwa problem solving adalah langkah terakhir dalam suatu kontroversi. Bahkan, problem solving sering kali digunakan sebagai strategi pertama, terutama bila dengan pihak lain di anggap berharga untuk tetap dipertahankan.
Problem solving yang terbaik melibatkan usaha bersama untuk medapatkan solusi yang dapat deterima oleh semua pihak. Masing-masing pihak dapat berbicara dengan bebas. Mereka dapat saling bertukar informasi tentang kepentingan dan priorotas masing-masing. Bersama-sama mengidentifikasi apa yang sesungguhnya terjadi.
Ada banyak argumentasi untuk menggunakan problem solving, salah satunya adalah karena strategi ini mengurangi kemungkinan terjadinya eskalasi yang tak terkendali. Hal ini dapat timbul karena strategi ini tidak menjadi ancaman bagi pihak lain dan secara psikologis bersifat kompatibel. Problem solving juga mendorong ditemukannya kompromi dan opsi-opsi integratif yang sesuai dengan kepentingan semua pihak.
Tetapi bukan berarti bahwa problem solving tidak mengandung resiko. Usaha-usaha individual untuk mencari solusi yang dapat diterima semua pihak cenderung melemahkan usaha suatu pihak untuk mencari penyelesaian sendiri, sehingga dapat di anggap sebagai sinyal kelemahan oleh pihak lain.
Problem solving yang sukses dapat melahirkan tiga macam hasil, yakni: kompromi, kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang, atau solusi integratif.
a.    Kompromi
Kompromi adalah kesepakatan yang dicapai ketika kedua belah pihak mengambil titik tengah dari sebuah dimensi yang jelas. Kompromi terkadang baik bagi kedu belah pihak, namun terkadang juga bias sangat buruk. Tetapi kebanyakan kompromi memberikan hasil yang lebih kurang berada ditengah bagi kedua belah pihak. Apabila dapat dicapai, solusi integratif bagi kedua belah pihak biasanya lebih baik dari pada kompromi.
b.      Kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang
Kompromi bukanlah satu-satunya solusi yang adil. Terkadang hasil dari problem solving berupa sebuah prosedur untuk menentukan siapa yang keluar sebagai pemenang, yaitu aturan untuk mengabulkan semua permintaan salah satu pihak, sementara pihak yang lainnya mendapatkan sedikit atau bahkan tidak mendapatkan apapun.
c.    Solusi Integratif
Sebuah solusi yang integratif adalah solusi yang merekonsiliasikan (yang berarti mengintegrasikan) kepentingan kedua belah pihak. Solusi integratif terkadang disertai alternatif yang sudah dikenal sebelumnya, tetapi yang lebih sering terjadi ada pengembangan alternatif baru yang membutuhkan kreativitas dan imajinasi. Untuk alasan ini lebih tepat dikatakan bahwa solusi integratif biasanya muncul dari proses berpikir kreatif. Solusi integratif dapat dirancang oleh masing-masing pihak secara sendiri-sendiri, oleh kedua belah pihak secara bersama-sama, atau oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator.
Meskipun memang benar bahwa problem solving dapat melahirkan salah satu dari tiga kemungkinan hasil kompromi, kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang, atau solusi integratif, tetapi pihak-pihak yang berkonflik sangat disarankan untuk seajauh mengkin berusaha mencapai solusi integratif. Saran ini diberikan karena empat alasan utama:
1)   Apabila aspirasi masing-masing pihak tinggi dan dikedu belah pihak ada perlawanan untuk yielding. Mungkin konflik tidak mungkin diatasi kecuali jika ditemukan cara yang dapat menyatukan kedua belah pihak.
2)   Kesepakatan yang mengandung keuntungan lebih tinggi biasanya juga lebih berkemungkinan untuk stabil. Kompromi, lempar koin dan kesepakatan mekanis lainnya seringkali tidak memuaskan salah satu atau bahkan kedua belah pihak, yang menyebabkan isu yang dikontrofersikan muncul kembali dimasa yang akan datang.
3)   Karena bersifat membuat semua pihak merasa senang, solusi integrati biasanya cenderung memperkuat hubungan antara pihak-pihak yang terkait. Hubungan yang diperkuat biasanya mempunyai kelebihan tertentu
4)   Dan juga memfasilitasi berkembangnya solusi integratif didalam situasisituasi selanjutnya.
5)   Solusi integratif biasanya mempunyai kontribusi terhadap kesejahteraan hidup masyrakat yang lebih luas dimana pihak-pihak yang berkonflik menjadi anggotanya.
Dari ketiga hasil yang dapat timbul dari problem solving, solusi integratif hampir selalu merupakan hasil yang paling diharapkan. Solusi integratif cenderung berlangsung lebih lama dan memberikan lebih banyak sumbangan terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terkait maupun terhadap kesejahteraan masyarakat yang lebih luas, bila dibandingkan dengan kompromi dan kesepakatan tentang cara menentukan pemenang. Disamping itu, solusi integratif cenderung mengurangi perasaan berkonflik. Meskipun solusi integratif tidak selalu ada, tetapi dikebanyakan situasi ada lebih banyak potensi integratif dari pada yang terlihat. problem solving sangat mungkin melahirkan solusi integratif apabila aspirasi masing-masing pihak tinggi, tekanan waktu rendah, ketakutan terhadap konflik rendah, dan pihak-pihak yang berkonflik tidak terlalu terobsesi oleh pentingnya keadilan.
3. Metode Penyelesaian Konflik Siswa
Berikut ini adalah metode-metode penanganan konflik siswa,
a.         Metode menstimulusi konflik
Menstimulusi konflik pada unit-unit atau siswa yang tetinggal lebih sulit jika dibandingkan dengan standar. Disebabkan oleh tingkat konflik yang terjadi terlampau rendah. Yang dimaksud dengan tingkat konflik yang terlalu rendah disini adalah memunculkan sikap yang bertentangan dengan kebiasaan perilaku siswa. Implikasi yang muncul pada metode ini adalah :
1)      Apabila anggota kelompok memiliki keterbukaan dalam menerima pertentangan, maka konflik melalui metode stimulasi membawa dampak yang konstruktif, bagi siswa.
2)      Apabila anggota kelompok bersifat tertutup dan tidak mengiginkan adanya petentangan, maka bagi guru cara ini tidak berhasil dan akan membawa dampak destruktif karena anggota hanya bersifat statis dan sulit untuk berubah. Bagi beberapa pihak yang dilibatkan akan menyisakan dampak emosional yang tidak sehat.
3)      Apabila anggota kelompok memiliki keterbukaan maka bagi guru cara ini lebih mudah, dengan memberikan stimulus/rangsangan ke arah yang positif agar kelompok yang satu berlomba dengan yang lain untuk meraih prestasi yang lebih baik. Dengan adanya stimulus/rangsangan yang positif, seorang anak akan lebih fokus pada apa yang diharapkannya, dan mereka juga bisa bekerja sama antara satu dengan yang lainnya.
Metode ini dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut:
a)      Menyertakan orang luar
b)      Bertindak bertentangan
c)      Merestrukturisasi kelompok yang bersangkutan
d)     Merangsang persaingan
e)      Memilih ketua kelompok yang tepat
b.      Metode mengurangi konflik siswa
Dalam metode ini seorang guru mengelola konflik dengan jalan mendinginkan situasi yang panas, tanpa mempersoalkan apa yang menjadi penyebab timbulnya konflik tersebut. Usaha pendidik lebih pada mengurangi antagonisme yang timbul karena konflik. Pendidik dapat menggunakan cara yang efektif dalam metode ini. antara lain adalah:
1)        Pemberian informasi tentang kelompok lain yang bertentangan, memperbanyak kontak-kontak yang menyenangkan antara kelompok-kelompok yang berkonflik dengan mengusulkan untuk mengadakan perudingan. Dan hal ini ternyata menujukkan bahwa tidak terlalu efektif untuk mengurangi konflik.
2)        Menyadarkan dan mengarahkan segala tindakan kelompok kelompok tersebut kepada tujuan yang lebih positif dan buka semata-mata untuk kepentingan kelompok.
3)        Mempersatukan kelompok-kelompok yang ada dengan jalan menghadapkan mereka dengan bahaya antara masing-masing kelompok secara keseluruhan.