A.
Manajemen
Konflik
Konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara
sadar dan langsung antara individu dan atau kelompok untuk tujuan yang sama.
Mengalahkan saingan nampaknya merupakan cara yang penting untuk mencapai
tujuan. (Theodorson & Theodorson, 1979 : 71)
Menurut Kilmann & Thomas (dalam Luthans, 1983 :
366) yang dimaksud dengan konflik adalah : “ Suatu kondisi ketidakcocokan
obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan, seperti perilaku yang secara
sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan, dan secara emosional mengandung
suasana permusuhan.
Menurut
Ross (1993), manjemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para
pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil
tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa
penyelesaian konflik. Di samping itu, mungkin atau tidak mungkin dapat
menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen
konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan (interests) dan interprestasi. Bagi pihak luar (diluar yang
berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang
akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara
pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Pendekatan
manajemen konflik bisa diartikan sebagai pelaksanaan pendekatan manajemen konflik dalam menyikapi berbagai masalah
yang timbul di kalangan anak
asuh. Hal ini dimaksudkan agar setiap anak dapat berfikir cerdas tentang aspek positif dan negatif dari setiap
tingkah laku mereka. Tidak hanya itu, dengan adanya pendekatan manajemen
konflik, diharapkan setiap anak bisa lebih mudah berinteraksi antar sesama
teman, sehingga tidak ada lagi perpecahan dan kelompok-kelompok kecil di antara
mereka.
Menurut
Fred R. David, sebagaimana dikutip oleh Dono Sunardi bahwa ada tiga pendekatan
manajemen konflik, yaitu:
a. Penghindaran
(avoidance): pengabaian persoalan dengan harapan konflik akan selesai
dengan sendirinya.
b. Defisi (Defision) : tidak menekan
perbedaan antar pihak yang berkonflik.
c. Konfrontasi:
mempertukarkan pihak-pihak yang berkonflik sebagai pembelajaran. Adapun
langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh seorang guru di dalam melatih anak
asuhnya agar terampil dalam mengelola konflik mereka adalah sebagai berikut:
1)
Mengenalkan substansi
konflik anak asuh yang akan dilatih untuk mengelola konflik perlu diberikan
wawasan yang cukup komprehensif tentang hakekat konflik, yaitu bahwa di mana
pun konflik bisa saja terjadi, berkonotasi negatif, perlu dikenali dan apa pun
hasil akhirnya sangat tergantung pada pengelolaannya.
2)
Mengenalkan faktor
terjadinya konflik
Munculnya
konflik biasanya diisyaratkan oleh adanya komentar
emosional,
serangan gagasan yang apriori, saling tuduh, dan saling serang pada pribadi.
Dengan memahami hal ini diharapkan anak didik dapat berfikir cerdik dan mampu
menganalisa sendiri setiap perilaku yang berpotensi menimbulkan konflik.
3)
Mengenalkan aspek
positif dari konflik
Anak asuh perlu
mengetahui dengan baik bahwa konotasi negatif dalam setiap konflik bukanlah
sesuatu yang final. Di balik sisi negatifnya masih terdapat sisi positif yang
dapat dimanfaatkan apabila dikelola dengan baik. pengelolaannya dapat dilakukan
dengan cara konfrontasi agresif, manufer negatif, penundaan terus menerus, dan
bertempur secara pasif.
4) Membangun
keberagaman inklusif
Dengan
memberikan wawasan tentang pendidikan multicultural pada anak asuh tersebut
akhirnya bermuara pada terciptanya sikap siswa/anak asuh yang mau memahami,
menghormati, menghargai perbedaan budaya, etnis, agama yang ada dilingkungan
tersebut. Bahkan bisa dimungkinkan mereka dapat bekerja sama kemudian
pendidikan multicultural memberikan penyadaran bahwa perbedaan di antara mereka
tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk bersatu. Dengan perbedaan siswa,
justru diharapkan tetap bersatu, tidak bercerai berai’ mereka juga diharapkan
menjalin kerja sama dengan berlombah-lombah dalam kebaikan.
5)
Memberikan pendidikan
sosial anak
Yang dimaksud pendidikan
sosial/kemasyarakatan disini ialah pendidikan anak agar terbiasa melakukan
hal-hal yang positif; seperti, tata karma sosial yang utama, dasar-dasar
kejiwaan dan emosi keimanan yang mendalam agar dimasyarakat anak bisa bergaul
dengan baik dan bertindak bijak, 20karena pendidikan sosial merupakan fenomena
tingkah laku dan psikologis watak yang dapat mendidik anak guna menunaikan
segala kewajiban, sopan santun, control sosial, dan interaksi yang baik dengan
orang lain.
Seorang guru
dalam mengelola konflik siswa berbeda antara guru yang satu dengan guru yang
lain, masing-masing guru mempunyai cara dan metode yang berbeda dalam
menyelesaikan konflik siswa. Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara
intim, menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Siswa merasa ada
distansi (jarak) dengan guru, maka sulit untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan belajar.
Guru yang kurang bijaksana, dan
tidak pernah mengadakan pendekatan dengan murid, tidak pernah mengetahui bahwa
didalam kelas itu ada klik atau group yang satu dengan yang lainnya saling
bersaing secara tidak konstruktif, malah mungkin bisa melatar belakangi
perkelahian antar pelajar secara massal. Jiwa kelas perluh dibina, bahkan
hubungan antar individu perlu ditonjolkan. Kelas yang mati, yang di dalamnya
terdapat bentuk-bentuk group atau gang tidak diharapkan. Guru harus mampu
membina jiwa kelas supaya dapat hidup bergotong-royong dalam belajar
berkelompok.
B. Jenis-Jenis
Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima
jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar
individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
1.
Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya
sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua
keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Ada tiga macam bentuk konflik
intrapersonal yaitu :
a.
Konflik
pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama menarik.
b.
Konflik
pendekatan-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama menyulitkan.
c.
Konflik
penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.
Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal
adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan
kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang
berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini
merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena
konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota
organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut.
3.
Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi
tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh
kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu
dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma
produktivitas kelompok dimana ia berada.
4.
Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam
organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja-manajemen
merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
5.
Konflik antara organisasi
Contoh seperti di
bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai
bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini
berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan
produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan
pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
C. Peranan
Konflik
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi.
Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang
mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat
tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Konflik
hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
b.
Konflik
ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam
kepemimpinan.
c.
Konflik
diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat
yang lebih tinggi. Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik
dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk
menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini
dapat diuraikan sebagai berikut :
1)
Konflik
adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional
dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
2)
Konflik
pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
3)
Konflik
diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat
merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan
manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang
positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa
memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring. Kesimpulannya konflik tidak
selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik.
Menurut Mc.Namara (2007) ada beberapa tipe tindakan manajerial yang
menyebabkan konflik di tempat kerja yaitu :
a.
Komunikasi yang terbatas.
b.
Jumlah sumber daya yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi
c.
“Karakter Pribadi”, termasuk konflik nilai atau
tindakan antara manajer dengan pekerja.
d.
Masalah kepemimpinan, termasuk ketidakkonsistenan,
kehilangan arah, kepemimpinan yang memperoleh informasi cukup.
D.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor
intern dan faktor ekstern.
1.
Faktor
Intern
a.
Kemantapan
organisasi
Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri
sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya
dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan
menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
b.
Sistem
nilai
Sistem
nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud
dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah
atau benar.
c. Tujuan
Tujuan
suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para
anggotanya.
d. Sistem lain dalam organisasi
Seperti
sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan,sitem
imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi
dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
2.
Faktor
Ekstern
a.
Keterbatasan
sumber daya
Kelangkaan
suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir
menjadi konflik.
b.
Kekaburan
aturan/norma di masyarakat. Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan
pola bertindak.
c.
Derajat
ketergantungan dengan pihak lain Semakin tergantung satu pihak dengan pihak
lain semakin mudah konflik terjadi.
d.
Pola interaksi
dengan pihak lain
Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain
sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
E.
Penanganan
Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan
diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara
untuk menangani konflik antara lain :
1.
Introspeksi
diri
Bagaimana kita biasanya menghadapi konflik? Gaya pa yang biasanya
digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita?. Hal ini penting
untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2.
Mengevaluasi
pihak-pihak yang terlibat.
Sangat
penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat
mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan
sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik.
Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita
meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3.
Identifikasi
sumber konflik
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja.
Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya
lebih terarah kepada sebab konflik.
4.
Mengetahui
pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita
lakukan dalam penanganan konflik :
a.
Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan
sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses
dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan
salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu
diperhatikan situasi menang-kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak
yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan.
Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan, dimana atasan
menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan
bawahan.
b.
Menghindari
konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari
situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda
konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari
konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan
suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi
jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika
salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan
persoalan tersebut.
c.
Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan
sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut
juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa
bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan
baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan
hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d.
Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa
kedua hal tersebut sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing
pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi
menang-menang (win-win solution)
e.
Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan
tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan.
Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar
pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
F. Konflik Siswa
1.
Pengertian
Seseorang mempunyai asumsi atau
pendapat yang berbeda mengenai konflik. Asumsi tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti budaya, agama, pendidikan, pengalaman mengahadapi
konflik, jenis kelamin, dan sebagainya. Secara umum, asumsi orang dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu konflik buruk dan merusak; konflik
netral, tidak baik dan tidak buruk, serta sesuatu yang baru. Asumsi orang
mengenai konflik memengaruhi gaya manajemen konflik orang ketika menghadapi
situasi konflik. Apalagi pada seorang anak didik, karena pada usia-usia sekolah
anak lebih cenderung menggunakan emosi terlebih dahulu.
Banyak orang
juga berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang buruk, negatif, dan
merusak. Oleh karena itu, konflik harus dicegah dan dihindari. Stephen P.
Robbins (1992) menyebut asumsi ini sesuatu yang merusak mengasosiasikan konflik
dengan sesuatu yang negatif, antara lain sebagai berikut:
a. Konflik
buruk. konflik menimbulkan sesuatu yang buruk, seperti pertentangan, kompetisi,
perkelahian, perang, dan sebagainya.
b. Konflik
merusak. Konflik merusak keharmonisan hidup dan hubungan baik antarmanusia,
keselarasan, serta keseimbangan hidup dan interaksi sosial antar manusia.
c. Konflik
sama dengan kekerasan dan agresi. Konflik mengarah kepada kebencian, kekerasan,
agresi, perkelahian, dan perang.
d. Konflik
emosional dan irasional. Konflik dapat membuat orang menjadi emosional dan
irasional; membuat orang merasa bahwa dirinya sendiri yang benar dan lawan
konfliknya salah, tanpa mempertimbangkan fakta dan data yang ada.
e. Konflik
merupakan penyebab stres dan frustasi. Pihak-pihak yang terlibat konflik akan
mengalami stres dan frustasi sehingga mempengaruhi fisik dan kejiwaan seorang
anak.
f. Konflik
sama dengan perang, agresi, kehancuran, dan penderitaan manusia. Konflik
destruktif sama dengan perang. Dimana terjadi saling menyerang dan agresi.
g. Konflik
ancaman. Bagi pihak yang terlibat konflik, konflik merupakan ancaman dari lawan
konflik yang berupaya untuk mengalahkannya. Apabila kalah saat terlibat konflik,
maka akan kehilangan apa yang diimpikannya.
Seseorang yang berasumsi bahwa
konflik adalah buruk dan merusak maka ia akan berupaya untuk menghindari dan
mencegah terjadinya konflik. Caranya dengan menghilangkan penyebab terjadinya
konflik, yaitu dengan menghindari penyebab konflik dan menindas penyebab
konflik tersebut jika suatu konflik akan terjadi dan telah terjadi.
2. Penyelesaian Konflik Pada Siswa
Dalam
pembahasan mengenai hal ini strategi yang digunakan manajemen konflik dalam
mengatasi konflik siswa adalah dengan cara problem solving, yaitu dengan
mencari alternatif yang memuaskan anspirasi kedua belah pihak. Problem solving
dapat di devinisikan sebagai segala macam usaha yang dilakukan untuk
mengalokasikan suatu solusi bagi kontroversi yang terjadi, yang dapat diterima
oleh semua belah pihak. Peneliti sama sekali tidak bermaksud mengatakan bahwa problem
solving adalah langkah terakhir dalam suatu kontroversi. Bahkan, problem
solving sering kali digunakan sebagai strategi pertama, terutama bila dengan
pihak lain di anggap berharga untuk tetap dipertahankan.
Problem
solving yang terbaik melibatkan usaha bersama
untuk medapatkan solusi yang dapat deterima oleh semua pihak. Masing-masing
pihak dapat berbicara dengan bebas. Mereka dapat saling bertukar informasi
tentang kepentingan dan priorotas masing-masing. Bersama-sama mengidentifikasi
apa yang sesungguhnya terjadi.
Ada
banyak argumentasi untuk menggunakan problem solving, salah satunya
adalah karena strategi ini mengurangi kemungkinan terjadinya eskalasi yang tak
terkendali. Hal ini dapat timbul karena strategi ini tidak menjadi ancaman bagi
pihak lain dan secara psikologis bersifat kompatibel. Problem solving
juga mendorong ditemukannya kompromi dan opsi-opsi integratif yang sesuai
dengan kepentingan semua pihak.
Tetapi
bukan berarti bahwa problem solving tidak mengandung resiko. Usaha-usaha
individual untuk mencari solusi yang dapat diterima semua pihak cenderung
melemahkan usaha suatu pihak untuk mencari penyelesaian sendiri, sehingga dapat
di anggap sebagai sinyal kelemahan oleh pihak lain.
Problem
solving yang sukses dapat melahirkan tiga macam
hasil, yakni: kompromi, kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang, atau
solusi integratif.
a. Kompromi
Kompromi adalah kesepakatan yang
dicapai ketika kedua belah pihak mengambil titik tengah dari sebuah dimensi
yang jelas. Kompromi terkadang baik bagi kedu belah pihak, namun terkadang juga
bias sangat buruk. Tetapi kebanyakan kompromi memberikan hasil yang lebih
kurang berada ditengah bagi kedua belah pihak. Apabila dapat dicapai, solusi
integratif bagi kedua belah pihak biasanya lebih baik dari pada kompromi.
b. Kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang
Kompromi bukanlah satu-satunya
solusi yang adil. Terkadang hasil dari problem
solving berupa sebuah prosedur untuk menentukan siapa yang keluar
sebagai pemenang, yaitu aturan untuk mengabulkan semua permintaan salah satu
pihak, sementara pihak yang lainnya mendapatkan sedikit atau bahkan tidak
mendapatkan apapun.
c. Solusi
Integratif
Sebuah solusi yang integratif
adalah solusi yang merekonsiliasikan (yang berarti mengintegrasikan)
kepentingan kedua belah pihak. Solusi integratif terkadang disertai alternatif
yang sudah dikenal sebelumnya, tetapi yang lebih sering terjadi ada
pengembangan alternatif baru yang membutuhkan kreativitas dan imajinasi. Untuk
alasan ini lebih tepat dikatakan bahwa solusi integratif biasanya muncul dari
proses berpikir kreatif. Solusi integratif dapat dirancang oleh masing-masing
pihak secara sendiri-sendiri, oleh kedua belah pihak secara bersama-sama, atau
oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator.
Meskipun memang benar bahwa problem
solving dapat melahirkan salah satu dari tiga kemungkinan hasil kompromi,
kesepakatan tentang tata cara menentukan pemenang, atau solusi integratif,
tetapi pihak-pihak yang berkonflik sangat disarankan untuk seajauh mengkin
berusaha mencapai solusi integratif. Saran ini diberikan karena empat alasan
utama:
1) Apabila
aspirasi masing-masing pihak tinggi dan dikedu belah pihak ada perlawanan untuk
yielding. Mungkin konflik tidak mungkin diatasi kecuali jika ditemukan
cara yang dapat menyatukan kedua belah pihak.
2) Kesepakatan
yang mengandung keuntungan lebih tinggi biasanya juga lebih berkemungkinan
untuk stabil. Kompromi, lempar koin dan kesepakatan mekanis lainnya seringkali
tidak memuaskan salah satu atau bahkan kedua belah pihak, yang menyebabkan isu
yang dikontrofersikan muncul kembali dimasa yang akan datang.
3) Karena
bersifat membuat semua pihak merasa senang, solusi integrati biasanya cenderung
memperkuat hubungan antara pihak-pihak yang terkait. Hubungan yang diperkuat
biasanya mempunyai kelebihan tertentu
4) Dan
juga memfasilitasi berkembangnya solusi integratif didalam situasisituasi selanjutnya.
5) Solusi
integratif biasanya mempunyai kontribusi terhadap kesejahteraan hidup masyrakat
yang lebih luas dimana pihak-pihak yang berkonflik menjadi anggotanya.
Dari
ketiga hasil yang dapat timbul dari problem solving, solusi integratif
hampir selalu merupakan hasil yang paling diharapkan. Solusi integratif cenderung
berlangsung lebih lama dan memberikan lebih banyak sumbangan terhadap hubungan
antara pihak-pihak yang terkait maupun terhadap kesejahteraan masyarakat yang
lebih luas, bila dibandingkan dengan kompromi dan kesepakatan tentang cara
menentukan pemenang. Disamping itu, solusi integratif cenderung mengurangi
perasaan berkonflik. Meskipun solusi integratif tidak selalu ada, tetapi
dikebanyakan situasi ada lebih banyak potensi integratif dari pada yang
terlihat. problem solving sangat mungkin melahirkan solusi integratif
apabila aspirasi masing-masing pihak tinggi, tekanan waktu rendah, ketakutan
terhadap konflik rendah, dan pihak-pihak yang berkonflik tidak terlalu
terobsesi oleh pentingnya keadilan.
3.
Metode Penyelesaian Konflik Siswa
Berikut ini adalah
metode-metode penanganan konflik siswa,
a.
Metode menstimulusi
konflik
Menstimulusi
konflik pada unit-unit atau siswa yang tetinggal lebih sulit jika dibandingkan
dengan standar. Disebabkan oleh tingkat konflik yang terjadi terlampau rendah.
Yang dimaksud dengan tingkat konflik yang terlalu rendah disini adalah
memunculkan sikap yang bertentangan dengan kebiasaan perilaku siswa. Implikasi
yang muncul pada metode ini adalah :
1) Apabila
anggota kelompok memiliki keterbukaan dalam menerima pertentangan, maka konflik
melalui metode stimulasi membawa dampak yang konstruktif, bagi siswa.
2) Apabila
anggota kelompok bersifat tertutup dan tidak mengiginkan adanya petentangan,
maka bagi guru cara ini tidak berhasil dan akan membawa dampak destruktif
karena anggota hanya bersifat statis dan sulit untuk berubah. Bagi beberapa
pihak yang dilibatkan akan menyisakan dampak emosional yang tidak sehat.
3) Apabila
anggota kelompok memiliki keterbukaan maka bagi guru cara ini lebih mudah,
dengan memberikan stimulus/rangsangan ke arah yang positif agar kelompok yang
satu berlomba dengan yang lain untuk meraih prestasi yang lebih baik. Dengan
adanya stimulus/rangsangan yang positif, seorang anak akan lebih fokus pada apa
yang diharapkannya, dan mereka juga bisa bekerja sama antara satu dengan yang
lainnya.
Metode
ini dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Menyertakan
orang luar
b) Bertindak
bertentangan
c) Merestrukturisasi
kelompok yang bersangkutan
d) Merangsang
persaingan
e) Memilih
ketua kelompok yang tepat
b. Metode
mengurangi konflik siswa
Dalam
metode ini seorang guru mengelola konflik dengan jalan mendinginkan situasi
yang panas, tanpa mempersoalkan apa yang menjadi penyebab timbulnya konflik
tersebut. Usaha pendidik lebih pada mengurangi antagonisme yang timbul karena
konflik. Pendidik dapat menggunakan cara yang efektif dalam metode ini. antara
lain adalah:
1)
Pemberian informasi
tentang kelompok lain yang bertentangan, memperbanyak kontak-kontak yang
menyenangkan antara kelompok-kelompok yang berkonflik dengan mengusulkan untuk
mengadakan perudingan. Dan hal ini ternyata menujukkan bahwa tidak terlalu
efektif untuk mengurangi konflik.
2)
Menyadarkan dan
mengarahkan segala tindakan kelompok kelompok tersebut kepada tujuan yang lebih
positif dan buka semata-mata untuk kepentingan kelompok.
3)
Mempersatukan
kelompok-kelompok yang ada dengan jalan menghadapkan mereka dengan bahaya
antara masing-masing kelompok secara keseluruhan.